Minggu, 06 Maret 2011

92. Sari: Ubi Jalar Genjah dan Tahan Penyakit Kudis


Rahayuningsih, St.A. dan M. Arifin. 2004. Sari: ubi jalar genjah dan tahan penyakit kudis. Berita Puslitbangtan. 31: 13-15.

St. A. Rahayuningsih1 dan Muhammad Arifin2
1 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang
2 Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor


Sejak tahun 1977 hingga saat ini, baru 12 varietas unggul ubi jalar yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, relatif sedikit dibanding varietas unggul tanaman pangan lainnya. Hal ini disebabkan, antara lain oleh rendahnya prioritas penelitian ubi jalar, banyaknya parameter seleksi seperti tipe tanaman, bentuk, warna kulit dan daging umbi, kandungan nutrisi, rasa dan tekstur umbi serta tingkat ketahanan terhadap hama/penyakit (Yusuf et al. 2001), dan rendahnya penyerapan petani terhadap informasi teknologi baru.
Varietas Sari (MIS 104-1) adalah salah satu varietas unggul nasional yang dilepas pada tahun 2001. Berasal dari persilangan antara varietas lokal Genjah Rante (kandungan β-karoten tinggi) dengan varietas Lapis (hasil umbi tinggi), varietas Sari disukai oleh banyak petani, seperti terbukti dari makin meluasnya areal tanam, terutama di Jawa Timur.

Karakter Morfologi

Umbi
Umbi varietas Sari berbentuk bulat hingga elip dengan permukaan halus, warna kulit merah cerah, warna daging kuning agak merah muda (mengandung β-karoten), tangkai umbi pendek, susunan umbi tertutup, dan berat umbi 650 g/tanaman. Berdasarkan karakter morfologi tersebut, ubi jalar varietas Sari identik dengan tipe Gunung Kawi. Bedanya, kulit ubijalar tipe Gunung Kawi berwarna merah dan berumur dalam (3-3,5 bulan lebih lama dibanding varietas Sari).
Bentuk dan permukaan umbi dipengaruhi oleh lingkungan terutama kondisi tanah. Tanah gembur akan menghasilkan umbi bagus dengan permukaan rata. Ubijalar yang ditanam pada MK menghasilkan permukaan umbi rata, sebaliknya pada MH menghasilkan permukaan umbi agak berlekuk.

Tajuk
Tanaman bertajuk semi-kompak; mudah dibudidayakan dan cocok ditanam secara tumpangsari. Sulur berwarna hijau, tanpa warna sekunder, panjang 75-150 cm, diameter <7 mm, dan buku ruas 3-5 cm, Daun dewasa kecil, berwarna hijau, bercuping dangkal tujuh buah dengan bentuk cuping pusat agak elip. Daun muda (pucuk) berbulu jarang dan berwarna ungu kecoklatan. Tangkai daun pendek (<10 cm) dan tulang daun berwarna hijau. Rumus daunnya 6374; 6= bentuk kerangka daun bercuping, 3= berlekuk dangkal, 7= 7 buah cuping, 4= bentuk cuping pusat agak elip. Kesan pertama tajuk varietas Sari kurang menarik karena terlihat tidak kekar.

Bunga
Bunga berwarna ungu pada bagian helaian mahkota dan ungu tua pada bagian tengah mahhota. Tangkai anter berjumlah lima buah; empat tangkai lebih pendek sedangkan satu tangkai lagi lebih panjang daripada tangkai putik. Morfologi bunga seperti ini seharusnya memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri. Namun kenyataannya, bunga tidak mampu menghasilkan biji. Hal ini mengindikasikan bahwa bunga bersifat self-incompatible. Biji sebagai hasil persilangan bebas akan tumbuh menjadi populasi genotip yang heterogen.

Kandungan Nutrisi

Kandungan nutrisi umbi varietas Sari disajikan dalam Tabel 1. Selain faktor genetis, mutu umbi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Umbi yang ditanam di dataran tinggi Kawi lebih manis dan teksturnya lebih kering dibanding dengan yang ditanam di dataran rendah Tumpang. Hasil penelitian Rahardjo et al. (dalam Rahayuningsih 2004) menunjukkan, kadar gula umbi di dataran tinggi Pacet (1150 m dpl) lebih tinggi daripada di dataran rendah Bogor (240 m dpl).
Umbi varietas Sari sangat disukai petani karena selain rasanya manis dan tekstur umbi sedang, juga mengandung β-karoten yang dapat digunakan untuk mencegah rabun mata pada anak dan obat berbagai penyakit. Akan tetapi, ubi jalar yang berwarna kuning hingga merah muda, umumnya memiliki tekstur lembek karena kadar β-karoten berkorelasi negatif dengan kadar bahan kering (Collin dalam Rahayuningsih 2004).





Hasil dan Umur Panen

Penelitian di 18 lokasi menunjukkan hasil panen varietas Sari relatif lebih tinggi daripada varietas Muaratakus (pembanding) dan rata-rata klon (Gambar 1). Hasil panen tertinggi diperoleh di Blitar (44,5 t/ha) dan terendah di Poncokusumo (14,6 t/ha). Rendahnya hasil panen di Poncokusumo disebabkan oleh kondisi aerasi lahan yang buruk karena terendam air. Umumnya, kondisi basah cenderung menghasilkan hijauan lebih banyak daripada umbi.
Hasil panen di dataran rendah Blitar (125 m dpl) relatif sama dengan di dataran sedang Karanganyar (600 m dpl). Kedua lokasi tersebut selain ketinggiannya berbeda, jenis tanahnya pun berbeda, namun varietas Sari mampu mentolerir perbedaan lingkungan tersebut.
Analisis stabilitas hasil panen menunjukkan daya adaptasi varietas Sari tergolong luas dan stabil dengan koefisien regresi r= 1,08, tidak berbeda nyata dengan 1, dan simpangan regresinya tidak berbeda nyata dengan 0 (Tabel 2). Umumnya, klon dengan nilai r= <1 mampu beradaptasi pada lahan kurang subur, r= >1 cocok ditanam di lahan subur, dan r= 1 beradaptasi luas.
Saat ini varietas Sari banyak ditanam di sekitar bekas lokasi percobaan dan diberi nama bermacam-macam oleh petani, diantaranya Noni di dataran tinggi Kawi, Supratok di Tumpang, dan Telo Pertanian di Karanganyar. Pemberian nama tersebut tampaknya disesuaikan dengan karakter morfologi tanaman yang dianggap menonjol.
Penelitian di dataran tinggi Kawi (1025 m dpl) pada MH 1997/98 menunjukkan varietas Sari dapat dipanen umur 4,5-5 bulan dengan hasil 12,4 t/ha (60.000 tanaman/ha). Apabila dipanen pada umur >5 bulan, ukuran umbi akan lebih besar, tetapi kurang disukai konsumen. Ukuran umbi yang disukai konsumen maksimum 150 g/umbi (Rahayuningsih et al. 2000). Di Kendalpayak Malang (445 m dpl), varietas Sari yang dipanen umur 96 hari menghasilkan umbi 875 g/tanaman.
Umumnya, varietas ubi jalar dinyatakan berumur genjah apabila mampu menghasilkan berat umbi 500 g/tanaman pada umur 105 hari. Berdasarkan kriteria tersebut, varietas Sari dinyatakan berumur genjah.

Ketahanan terhadap Hama/Penyakit

Boleng (Cylas formicarius) merupakan hama terpenting pada ubijalar. Sampai saat ini belum ada varietas yang benar-benar tahan boleng. Hasil pengamatan di beberapa lokasi menunjukkan, serangan boleng menyebabkan kerusakan umbi varietas Sari 11%-25%. Serangan boleng meningkat apabila panen ditunda. Varietas ini mudah terserang boleng karena tangkai umbi pendek dan umbi tumbuh dekat permukaan tanah (Supriyatin dalam Rahayuningsih 2004).
Untuk mencegah serangan boleng, guludan pertanaman harus dijaga agar tidak terbuka. Serangan boleng dapat dicegah dengan mencelupkan stek ke dalam larutan karbosulfan 0,04% selama 5 menit menjelang tanam dan mengaplikasikan karbofuran 3G dosis 20kg/ha pada umur 45 hari.
Kudis (Sphaceloma botatas) merupakan penyakit terpenting pada ubi jalar. Penelitian di Genteng menunjukkan varietas Sari tahan terhadap penyakit ini (Rahayuningsih et al. 2000). Merosotnya hasil disebabkan oleh rusaknya daun akibat gangguan penyakit kudis sehingga fotosintesis tidak berjalan normal.

Kesimpulan

Varietas Sari memiliki potensi hasil tinggi (40 t/ha), berumur genjah, dan beradaptasi luas. Di dataran rendah (0-200 m dpl), umbi dapat dipanen pada umur 4 bulan, di dataran sedang (200-600 m dpl) pada umur 5 bulan, dan di dataran tinggi (>1000 m dpl) pada umur 6 bulan. Umbinya disukai petani karena bermutu tinggi dengan kadar gula total 5,23% dan kadar β-karoten 380,92 µg/100 g bahan. Varietas ini kurang tahan terhadap hama boleng dan tahan terhadap penyakit kudis.

Pustaka

Jusuf, M., S.A. Rahayuningsih, S. Pambudi, dan Sumartini. 2001. Perbaikan daya hasil, mutu hasil, dan ketahanan klon ubi jalar terhadap penyakit kudis, p. 317-326. Dalam Sunihardi et al. (Eds.). Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan, Komponen dan Paket Teknologi Produksi Palawija. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
Rahayuningsih, S. 2004. Profil ubi jalar varietas Sari: beradaptasi luas dan umur genjah. Seminar Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor, 21 Oktober 2004. 20 p.
Rahayuningsih, S.A, Sutrisno, dan S.S. Antarlina. 2000. Klon harapan ubi jalar terpilih untuk dataran tinggi Kawi, p. 191-196. Dalam A.A. Rahmiana et al. (Eds.). Pemberdayaan Tepung Ubi jalar sebagai Substitusi Terigu dan Potensi Kacang-kacangan Lain untuk Pengayaan Pangan. Edisi Khusus Balitkabi No. 15-2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar