Minggu, 06 Maret 2011

93. Lycosa pseudoannulata: Laba-laba Pemangsa Serangga Hama Kedelai


Arifin, M. 2005. Lycosa pseudoannulata: laba-laba pemangsa serangga hama kedelai. Berita Puslitbangtan. 32: 8-9.

Muhammad Arifin
Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor


Ada 111 jenis serangga hama kedelai di Indonesia. Beberapa jenis di antaranya berstatus penting, antara lain lalat kacang (Ophiomyia phaseoli), kumbang kedelai (Phaedonia inclusa), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat iengkal (Chrysodeixis chalcites), pemakan polong (Helicoverpa armigera), kepik coklat (Riptortus linearis), kepik hijau (Nezara viridula), kepik punggung bergaris (Piezodorus hybneri), dan penggerek polong (Etiella zinckenella). Selain serangga hama, pada pertanaman kedelai juga dapat dijumpai berbagai jenis arthropoda berguna, antara lain musuh alami (pemangsa dan parasitoid) dan penyerbuk.
Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. (Araneae: Lycosidae) merupakan salah satu jenis laba-laba musuh alami yang sering dijumpai pada pertanaman padi dan palawija setelah padi di lahan sawah irigasi. Laba-laba yang dikenal petani sebagai "Lycosa" ini bersifat generalis karena memiliki mangsa berbagai jenis serangga, terutama yang berstatus hama. Peranannya sebagai musuh alami dalam ekosistem pertanian sangat penting, bahkan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan pengendalian hama dengan insektisida.

Morfologi dan Biologi

Lycosa memiliki susunan mata yang khas, yaitu empat mata kecil pada deretan pertama (anterior), dua mata besar pada deretan kedua, dan dua mata sedang pada deretan ketiga (posterior). Tubuh laba-laba ini relatif besar dan berwarna coklat tua.
Penelitian biologi Lycosa telah dilakukan oleh Gavarra & Raros (1975). Laba-laba betina membentuk kantong telur 1-10 hari setelah perkawinan. Telur menetas kira-kira 10 hari kemudian. Laba-laba muda melekatkan diri pada bagian perut (abdomen) induknya selama kira-kira tiga hari dan selanjutnya memisahkan diri dari induknya dan hidup mandiri.
Laba-laba betina dapat membentuk tiga kantong telur selama kehidupan dewasanya yang berumur kira-kira 134 hari. Tiap kantong mengandung 63 butir telur. Dari telur-telur tersebut dihasilkan 57 ekor laba-laba muda. Laba-laba muda yang dapat bertahan hidup hingga fase masak kelamin mencapai 50%. Jadi, dari seekor induk laba-laba betina dapat menurunkan 85 ekor laba-laba dewasa.
Daur generasi, dari telur hingga dewasa yang bertelur berlangsung 116 hari dan dari  telur sampai dewasa hingga mati, berlangsung 264 hari. Populasi laba-laba dewasa di alam terdiri atas sekurang-kurangnya dua generasi. Perkembangan laba-laba muda menjadi dewasa melalui 6-10 kali pergantian kulit, pada yang betina sebanyak 8-9 kali dan pada yang jantan 7-8 kali.

Jenis Mangsa dan Kemampuan Memangsa

Lycosa tidak membuat sarang sebagai perangkap, tetapi menyerang mangsanya secara langsung. Oleh karena itu, Lycosa tergolong laba-laba buas (wolf spider). Minimal ada sembilan jenis serangga hama kedelai yang menjadi mangsanya (Tabel 1).


Kemampuan Lycosa memangsa serangga hama beragam menurut jenis dan umur mangsanya. Dari tujuh jenis serangga hama yang diuji, mangsa yang paling disukai adalah imago O. phaseoli kemudian diikuti oleh larva H. armigera instar 2, nimfa P. hybneri instar 2, dan larva S. litura instar 2 (Tabel 2). Kemampuan Lycosa memangsa serangga hama utama kedelai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kemampuannya memangsa nimfa dan imago wereng coklat 5-15 ekor/hari (Shepard et al. 1987). Namun demikian, berbagai pilihan jenis mangsa tersebut dapat menjamin perkembangan populasi Lycosa di lapang.

Pemanfaatan

Peneliti umumnya memilih jenis pemangsa yang efektif untuk mengendalikan hama berdasarkan kriteria: 1) kemampuan berbiak dan memangsa, 2) kemampuan adaptasi dan penyelarasan pada lingkungan dan mangsa, 3) kemampuan mencari mangsa, dan 4) kekhususan mangsa. Berdasarkan kriteria tersebut, Lycosa dapat dinyatakan sebagai pemangsa efektif karena kemampuan berbiaknya tinggi. Seekor induk betina sepanjang hidupnya, yang berlangsung 264 hari, dapat menurunkan 85 ekor laba-laba dewasa. Kemampuan adaptasinya juga cukup tinggi. Populasi laba-laba dewasa di alam terdiri atas sekurang-kurangnya dua generasi (Gavarra & Raros 1975). Di samping itu, Lycosa mampu mengendalikan berbagai jenis hama kedelai, antara lain O. phaseoli, P. inclusa, S. litura, C. chalcites, H. armigera, R. linearis, N. viridula, P hybneri, dan E. zinckenella, sehingga dapat menjamin perkembangan populasi Lycosa di lapang (Tengkano et al. 2002).
Upaya memanfaatkan Lycosa dan musuh alami pada umumnya secara berkelanjutan dapat ditempuh melalui konservasi. Konservasi menyangkut manipulasi lingkungan yang menguntungkan kehidupan musuh alami, yaitu meniadakan atau setidaknya mengurangi faktor-faktor yang merugikan, dan/atau menyediakan faktor-faktor yang diperlukan. Tindakan konservasi yang dapat dilakukan adalah: 1) menggunakan pestisida secara terbatas dan selektif, 2) menyediakan tempat berlindung (refuges) di sekitar pertanaman (inang alternatif, tumbuhan produsen nektar dan tepungsari), 3) memodifikasi sistem budi daya (menanam tanaman penutup tanah, pola tumpangsari), 4) memfasilitasi perpindahan musuh alami (pengelolaan bekas tanaman, strip harvesting, pemangkasan bergilir antarbaris tanaman, dan pengaturan pola lanskap pertanaman atau lanscape crop patterning (van Driesche & Bellows cit. Sosromarsono & Untung 2001).
Mengenai hubungan pola lanskap pertanaman dan musuh alami, Tulung dan Herlinda dalam Sosromarsono & Untung (2001) menemukan bukti bahwa habitat di sekitar lahan yang ditanami padi dan kedelai, yaitu pematang dan tepian saluran air, merupakan tempat perlindungan bagi berbagai pemangsa generalis, seperti laba-laba, kumbang Carabidae, dan kumbang Staphylinidae. Pertanaman kedelai memfasilitasi perpindahan musuh alami ke pertanaman padi berikutnya, sehingga dapat disebut sebagai "jembatan pemangsa" dari padi musim hujan ke padi musim hujan berikutnya. Oleh karena itu, vegetasi alamiah di sekitar pertanaman berperan penting dalam konservasi musuh alami.

Pustaka

Gavarra, M.R. & R.S. Raros. 1975. Studies on the biology of the predatory wolf spider, Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. (Araneae: Lycosidae). Philipp. Ent. 2(6): 427-444.
Shepard, B.M.; A.T. Barrion; & J.A. Litsinger. 1987. Friends of the Rice Farmer: Helpful Insects, Spiders, and Pathogens. IRRI, Los Banos, Laguna. 136 p.
Sosromarsono, S. & K. Untung. 2001. Keanekaragaman hayati Arthropoda predator dan parasitoid di Indonesia serta pemanfaatannya, p. 33-46. Dalam E. Soenaryo et al. (eds.). Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian. PEI dan Kehati, Bogor.
Tengkano, W; Suharsono; & M. Arifin. 2002. Potensi Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. dalam memangsa hama utama kedelai. p. 176-185. Dalam L. Hutagalung et al. (eds.). Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Palawija. Buku 2: Hasil Penelitian dan Pengkajian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. 708 p.


1 komentar: