Selasa, 15 Februari 2011

7. Kemampuan Memangsa serta Integrasi Lycosa sp. dan Varietas Resisten dalam Pengendalian Wereng Coklat


Arifin, M. 1983. Kemampuan memangsa serta integrasi Lycosa sp. dan varietas resisten dalam pengendalian wereng coklat. Kongres Nasional Biologi VI. Surabaya, 17-19 Juli 1983. Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI). 11 p.

Muhammad Arifin
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor



ABSTRAK

Penelitian kemampuan memangsa serta integrasi laba-laba Lycosa sp. dan varietas resisten dalam pengendalian wereng coklat biotipe 2 telah dilakukan di Fakultas Pertanian UGM. Kemampuan memangsa laba-laba ini diuji terhadap berbagai padat populasi wereng coklat, maupun laba-laba. Integrasi laba-laba dan varietas resisten diuji terhadap berbagai padat populasi wereng coklat. Seekor laba-laba mampu memangsa sebanyak 15 ekor wereng dewasa atau 20 ekor wereng nimfa instar 1 atau 2 per hari. Kemampuan memangsa laba-laba ditentukan oleh padat populasi wereng maupun laba-laba. Penggunaan varietas resistensi sedang yang diintegrasikan dengan laba-taba dapat nenurunkan populasi wereng lebih besar daripada penggunaan kedua cara tersebut secara tersendiri, dan dapat menurunkan populasi wereng ke tingkat yang sama dengan penggunaan varietas resistensi tinggi secara tersendiri.

PENDAHULUAN

Wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal (Homoptera; Delphacidae) sampai saat ini masih merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi. Pendekatan masalah hama ini dilakukan dengan konsep pengelolaan hama, antara lain dengan mengintegrasikan varietas resisten dan musuh alami.
Tergantung pada tingkat resistensi sesuatu varietas, varietas resistensi tinggi dapat digunakan secara tersendiri sebagai tlndakan utama, sedangkan yang resistensinya sedang perlu diintegrasikan dengan cara pengendalian lain, misalnya penggunaan musuh alami (5).
Sehubungan dengan integrasi tersebut, van Emden (4) mengemukakan bahwa penggunaan varietas resistensi sedang maupun musuh alami secara tersendiri tldak efektif, tetapi apabila keduanya diintegrasikan dapat efektif mengendalikan hama.
Wereng coklat mempunyai banyak musuh alami, terdiri atas pemangsa, parasit, dan patogen. Di antara pemangsa wereng coklat yang penting adalah laba-laba Lycosa sp. (Araneae: Lycosidae) (1).
Mengingat pentingnya penggunaan varietas resisten dan peranan laba-laba Lycosa sp. dalam mengatasi masalah hama wereng coklat, perlu dilakukan penelitian kemampuan memangsa serta integrasl Lycosa sp. dan varietas resisten dalam pengendalian wereng coklat. Penelitian ini dllakukan dengan tujuan mempelajari kemampuan memangsa Lycosa sp. serta pegaruh integrasi Lycosa sp. dan varietas resisten dalam pengendalian wereng coklat biotipe 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi pengelolaan hama.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas tanaman padi dengan berbagai tingkat resistensi, yaitu IR 26 (rentan), Cisadane (sedang), H 105 (sedang), dan IR 36 (resisten), wereng coklat biotipe 2, dan laba-laba Lycosa sp. Penelitian dilakukan di laboratorium Fakultas Pertanian UGM dari bulan April sampai dengan Desember 1982.

A. Kemampuan memangsa Lycosa sp.

1. Terhadap wereng per hari
Wereng nimfa instar 1 atau 2 dan dewasa masing-masing sebanyak 50 ekor diinfeksikan pada tananan padi IR 26 berumur 2 bulan dalam kurungan plastik. Perlakuan dengan dan tanpa pelepasan seekor laba-laba. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan setiap hari selama 7 hari.

2. Terhadap berbagai populasi wereng
Wereng nimfa instar 1 atau 2 dan dewasa, masing-masing sebanyak 1, 5, 10, 25, 50, 100 dan 100 ekor (sebagai kontrol) diinfeksikan pada tanaman padi IR 26 kemudian dilepas seekor laba-laba. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan setiap hari selama 3 hari.

3. Terhadap populasi wereng tetap dengan populasi laba-laba bervariasi
Wereng nimfa instar 1 atau 2 dan dewasa, masing-masing sebanyak 20 ekor diinfeksikan pada tanaman padi IR 26 kemudian dilepas laba-laba sebanyak 0, 1, 2, 5, 10, dan 20 ekor. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan setiap hari selama 3 hari.

Pada ketiga percobaan di atas, setiap selesai pengamatan, wereng yang mati diganti dengan yang baru. Pada percobaan 1 digunakan uji F, sedangkan pada percobaan 2 dan 3 digunakan Rancangan Acak Lengkap. Ulangan sebanyak empat kali.

B. Integrasi varietas resisten dan Lycosa sp.

1. Terhadap berbagai populasi wereng
Wereng nimfa instar 1 atau 2 diinfeksikan pada berbagai tingkat resistensi tanaman padi, berturut-turut mulai hari pertama sampai keenam sebanyak 5, 10, 20, 50, 100 dan 200 ekor. Perlakuan dengan dan tanpa pelepasan seekor laba-laba dilakukan pada hari pertama. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan pada hari berikutnya. Setelah pengamatan, wereng yang mati diganti dengan yang baru dan ditambah sehingga sesuai
dengan banyaknya wereng pada hari perlakuan itu. Demikianlah seterusnya sampai hari keenam.

2. Terhadap wereng asal telur hasil infeksi induk
Wereng yang telah mengandung telur, sebanyak empat ekor diinfeksikan pada berbagai tingkat resistensi tanaman padi. Tiga hari setelah nimfa pertama tampak, populasi wereng dihitung. Perlakuan dengan dan tanpa pelepasan seekor laba-laba. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan setiap hari selama 7 hari. Rancangan yang digunakan pada percobaan 1 dan2 adalah Split-plot Acak Lengkap. Ulangan sebanyak empat kali.

HASIL DAN ANALISIS HASIL

A.  Kemampuan memangsa Lycosa sp.
Terhadap wereng nlmfa instar 1 atau 2, kemampuan memangsa rata-rata per ekor laba-laba sebesar 40% atau 20 ekor, sedangkan terhadap wereng dewasa sebesar 30% atau 15 ekor per hari. Wereng nimfa instar 1 atau 2 lebih disukai daripada wereng dewasa.
Kemampuan memangsa rata-rata per ekor laba-laba terhadap berbagai populasi wereng disajikan pada Gambar 1. Kemampuan memangsa rata-rata laba-laba terhadap 20 ekor wereng dengan populasi laba-laba bervariasi disajikan pada Gambar 2. Secara grafis dapat dikatakan bahwa pada populasi wereng nimfa instar 1 atau 2 maupun dewasa 20 ekor, kemampuan memangsa laba-laba meningkat dengan bertambahnya populasi laba-laba (Gambar 3).




B. Integrasi varietas resistensi dan Lycosa sp.
Persentase mortalitas rata-rata terhadap berbagal populasi wereng dengan perlakuan laba-laba dan varietas tanaman disajikan pada Gambar 4. Persentase mortalitas rata-rata terhadap wereng asal telur hasil infeksi induk dengan perlakuan laba-laba dan varietas tanaman disajikan pada Gambar 5.
Pada berbagai varietas, persentase mortalitas rata-rata wereng pada perlakuan dengan pelepasan seekor laba-laba lebih besar daripada tanpa pelepasan laba-laba. Tingkat mortalitas wereng pada varietas IR 36 (tanpa pelepasan laba-laba) sama dengan pada varietas Cisadane maupun H 105 (keduanya dengan pelepasan seekor laba-laba).


PEMBAHASAN

Tingkat kemanpuan memangsa per ekor laba-laba terhadap wereng nimfa instar 1 atau 2 berbeda dengan terhadap wereng dewasa. Pada penelitian yang sama, Dyck dan Orlido (1) melaporkan bahwa terhadap wereng nimfa instar 1 atau 2 maupun dewasa kemampuan memangsanya sama. Perbedaan hasil pengujian tersebut tampaknya karena perbedaan metode.
Beberapa peneliti menetapkan bahwa ambang ekonomi hama wereng coklat sebanyak 10 sampai 20 ekor per rumpun (2). Pada populasi wereng 10 dan 20 ekor, kemampuan memangsa laba-laba per ekor maslng-masing sebesar 51-60 dan 44-48%. Oleh karena itu apabila terdapat populasi wereng di sekitar ambang ekonomi, seekor laba-laba mampu mengendalikannya untuk tetap di bawah ambang ekonomi. Pada populasi wereng 50 ekor, dengan tingkat kemampuan memangsa sebesar 45-48%, seekor laba-laba tidak dapat mengendalikannya. Untuk menurunkan populasi wereng tersebut, perlu penambahan jumlah laba-laba. Dengan bertambahnya populasl laba-laba, kemampuan memangsa laba-laba akan meningkat.
Pada berbagai varietas, perlakuan dengan pelepasan laba-laba dapat menurunkan populasi wereng lebih besar daripada perlakuan tanpa pelepasan laba-laba. Jadi dalam upaya pengendalian wereng, di samping varietas resisten, perlu digunakan laba-laba karena penggunaan kedua cara tersebut secara terintegrasi dapat menurunkan tingkat populasi wereng lebih besar daripada penggunaan kedua cara tersebut secara tersendiri.
Selama ini penggunaan varietas resisten cenderung yang resistensinya tinggi, sangat dikhawatirkan varietas tersebut tidak dapat bertahan lama (3). Oleh karena itu, di samping maslh diperlukannya varietas resistensi tinggi (IR 36), perlu digunakan pula varietas resistensi sedang (Cisadane atau H 105) yang diintegrasikan dengan penggunaan musuh alami.

KESIMPULAN

1. Kemampuan memangsa rata-rata per ekor laba-laba terhadap wereng nimfa instar 1 atu 2 sebanyak 20 ekor, sedangkan terhadap wereng dewasa sebanyak 15 ekor per hari. Kemampuan memangsa laba-laba ditentukan oleh padat populasi wereng dan laba-laba.
2. Penggunaan varietas resistensi sedang yang diintegrasikan dengan laba-laba dapat menurunkan populasi wereng lebih besar daripada penggunaan kedua cara tersebut secara tersendiri, dan dapat menurunkan populasi wereng ke tingkat yang sama dengan penggunaan varietas resistensi tinggi secara tersendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dyck, V.A. and G.C. Orlido. 1977. Control of the brown planthopper (Nilaparvata lugens) by natural enemies and timely application of narrow-spectrum insecticides, p. 58-72. In The Rice Brown Planthopper. FFTC, ASPAC, Taipei.
Heinrichs, E.A., R.C. Saxena and S. Chelliah. 1979. Development and implementation of insect pest management systems for rice in tropical Asia. Extention Bulletin No. 127. FFTC, ASPAC, Taipei. 38 p.
Khush, G.S. and R.C. Chaudhary. 1981. Role of resistant varieties in integrated pest management of rice. Extention Bulletin No. 162. FFTC, ASPAC, Taipei. 13 p.
Kogan, M. 1975. Plant reslstance in pest management, p. 103-145. In R.L. Metcalf and W.H. Luckmann (Eds.). Introduction ti Insect Pest Management. John Wiley and Sons, New York. 587 p.
Watsons, T.F., L. Moore dan C.W. Ware. 1976. Practical insect pest management: Self Instruction Manual. W.H. Freeman and Co., San Francisco. 196 p.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar