Selasa, 22 Februari 2011

91. Ambang Ekonomi Ulat Grayak, Mythimna separata (Lep.; Noctuidae) pada Tanaman Padi


Kartohardjono, A. dan Arifin, M. 2004. Ambang ekonomi ulat grayak, Mythimna separata (Lep.; Noctuidae) pada tanaman padi. Ekologia. 4(2): 41-46.

Arifin Kartohardjono1 dan Muhammad Arifin2
1 Balai Penelitian Tanaman Padi (BALITPA)
2 Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BALITBIO)


ABSTRACT

Pest becomes one of productivity handicap in the field of irrigated rice plantation. One type of the potential pest with its sudden attack and often cause a yield failure is the larvae of Mythimna separata (Lepidoptera: Noctuidae) which are called armyworm (ulat grayak). The aims of this research are 1) to determine the stage rice plant destruction due to the larvae attack, 2) to determine the rice yield loss due to the attack, 3) to obtain an integrated pest control packet for rice plant, like: a) economic threshold for the pest larvae, b) the loss of economical yield to becomes in basis making a decision to control the pest larvae. This research was conducted at the greenhouse of Balitpa, at Bogor on April 2001 and at the yield station (1500 m2) at the area of Indramayu, West Java, starting at the dry season on June 2001. Paddy variety involved is IR64 with a planting period of 30.45 and 60 days after transplanting. Larvae density treatment is 0; 1; 2; 3 and 4 larvae of 3rd instar per hill. Replication taken is 3 times at the field and 4 times at the greenhouse. Experiment done are using random group program which is factorial designed with 2 factors (larvae density and plant age). Observation is conducted against plant destruction and yield component. Observation results show that: 1) one larvae causes plant damage at the age of 30, 45, and 60 days after planting at a rate between 7.21% - 22,69% and able to decrease the yield from 16.9% to 36.7%, 2) the threshold of the yield decrease for plants with an age of 45 dap (days after planting) is around 2 to 3 larvae per hill, while for the plants age of the 30 dap, 4 larvae per hill will decrease the yield up to 69%, 3) the economical threshold with an assumed control cost of Rp 185,000,- per ha with paddy yield price of Rp 14,000,- per kg is taken for case of larvae at 3rd instar,  while for the plant age of 30 dap has a value of 10.8 larvae per hill.
Key words: rice, armyworm, economic threshold

ABSTRAK

Di antara hambatan produktifitas padi lahan sawah irigasi adalah serangan hama. Hama potensial yang serangannya mendadak, dalam jumlah besar dan sering menyebabkan puso yaitu ulat grayak, Mythimna separata (Lepidoptera: Noctuidae). Ada beberapa elemen pengendaalian di antaranya ambang ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menentukan tingkat kerusakan tanaman padi yang terserang ulat grayak pada berbagai instar dan tingkat kepadatan, 2) menentukan tingkat kehilangan hasil padi akibat serangan ulat grayak, dan 3) mendapatkan komponen paket pengendalian ulat grayak terpadu pada tanaman padi seperti: a) ambang ekonomi ulat grayak, b) tingkat kehilangan hasil ekonomis untuk pengambilan keputusan tindakan pengendalian ulat grayak. Penelitian dilakukan di rumah kaca Balitpa, Bogor pada April 2001 dan di lapang di daerah Indramayu, Jabar pada areal sekitar 1.500 m2 pada MK mulai Juni 2001. Varietas padi yang digunakan adalah IR64 dengan umur tanaman 30, 45, dan 60 hari setelah tanam (hst). Perlakuan kepadatan larva berturut-turut 0; 1; 2; 3 dan 4 ekor larva instar III per rumpun. Ulangan dilakukan 3 kali di lapang dan 4 kali di rumah kaca. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor (kepadatan larva dan umur tanaman). Pengamatan dilakukan terhadap kerusakan tanaman dan komponen hasil panen. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa: 1) seekor larva akan menyebabkan kerusakan pada tanaman padi umur 30, 45 dan 60 hst sebesar 7,21 – 22,69% dan dapat menurunkan hasil panen antara 16,9 – 36,7%, 2) ambang penurunan hasil pada tanaman berumur 45 dan 60 hst sekitar 2 sampai 3 ekor larva per rumpun, sedangkan pada tanaman umur 30 hst, 4 ekor per rumpun menurunkan hasil sampai 69%; 3) ambang ekonomi dengan perkiraan biaya pengendalian Rp 185.000 per ha dengan harga gabah panen Rp 1.400,- per kg bagi larva instar 3 pada tanaman 30 hst bernilai 10,8 ekor per rumpun.
Kata kunci: padi, ulat grayak, ambang ekonomi

PENDAHULUAN

Salah satu hambatan produktivitas pada lahan sawah irigasi adalah serangan hama dan penyakit utama yang terlambat diantisipasi. Serangan hama utama seperti penggerek batang, wereng, dan tikus sering menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Di samping itu, hama potensial seperti ulat grayak, Mythimna separata (Lepidoptera, Noctuidae) yang serangannya mendadak dan dalam jumlah besar, juga sering menyebabkan puso. Luas serangan ulat gayak pada tahun 1990 mencapai areal 20.890 ha (Direktorat Bina Perlintan, 1994). Beberapa elemen untuk mengendalikan hama yaitu pengendalian secara alami, metode sampling, ambang ekonomi serta sifat bio-ekologi serangga (Watson et al., 1975). Konsep ambang ekonomi muncul dan berkembang karena adanya kecenderungan penggunaan insektisida oleh petani yang semakin berlebihan tanpa menggunakan dasar yang rasional (Untung, 1996).
Berdasarkan Stern et al. (dalam Untung, 1996) yang dinamakan kerusakan ekonomik adalah tingkatan kerusakan tanaman akibat serangan hama yang membenarkan adanya pengeluaran biaya untuk tindakan pengendalian secara buatan seperti pengendalian dengan pestisida. Kepadatan populasi terendah yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomik dinamakan Tingkat Kerusakan Ekonomi (TKE) atau besarnya kehilangan hasil sama dengan ambang perolehan. Mumford dan Norton (dalam Untung, 1996) mengemukakan bahwa konsep TKE yang dikembangkan oleh Stern et al. Pada dasarnya merupakan konsep titik impas atau break even concept. Kerusakan ekonomik mulai terjadi sejak kepadatan populasi hama mencapai titik impas tersebut (Untung, 1996). Faktor yang mempengaruhi TKE yaitu 1) harga atau nilai produksi tanaman; 2) biaya pengendalian dan pengelolaan hama; 3) tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh setiap individu hama; 4) kepekaan tanaman terhadap kerusakan oleh serangan hama (Untung, 1996). Tingkat kerusakan ekonomi ini tidak mudah ditentukan sebab akan bervariasi dari daerah ke daerah, dari musim ke musim dan perubahan nilai ekonomi manusia terhadap hasil (Stern et al. dalam Oka, 1995).
Penelitian ini bertujuan untuk 1) menentukan tingkat kerusakan tanaman padi yang terserang ulat grayak pada berbagai instar dan tingkat kepadatan; 2) menentukan tingkat kehilangan hasil padi akibat serangan ulat grayak serta 3) mendapatkan komponen paket pengendalian ulat grayak terpadu pada tanaman padi seperti: a) ambang ekonomi ulat grayak dan b) tingkat kehilangan hasil ekonomis untuk pengambilan keputusan tindakan pengendalian ulat grayak.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di rumah kaca Balitpa Bogor dan di lapang Indramayu, Jawa Barat pada MK 2001. Varietas padi yang digunakan adalah IR64 dan ulat grayak yang digunakan berasal dari lapang kemudian dibiakkan di laboratorium.

Percobaan Rumah Kaca
Padi varietas IR 64 ditanam dalam pot plastik (diameter 25 cm, tinggi 15 cm). Pada stadia vegetatif (30 hari setelah tanam (hst); primordia (45 hst), dan generatif (60 hst), tanaman disungkup plastik milar (diameter 15 cm, tinggi 40 cm) kemudian diinokulasi dengan larva instar III, masing-masing dengan kepadatan 0, 1, 2, 3 dan 4 ekor/rumpun. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun secara faktorial dengan empat ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap kerusakan tanaman saat larva menjadi pupa dan hasil panen.

Percobaan Lapang
Padi varietas IR 64 ditanam di lahan petani seluas 1.500 m2. Pada 30 dan 45 hst, 12 rumpun tanaman disungkup dengan kurungan kain berukuran 1 x 1 x 1 m3. Larva instar ke-3 diinokulasikan ke dalam kurungan dengan kepadatan 0, 1, 2, 3, dan 4 ekor/rumpun tanaman. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun secara factorial dengan ulangan tiga kali. Pengamatan dilakukan terhadap kerusakan tanaman saat larva menjadi pupa dan hasil panen. Tingkat kerusakan tanaman dihitung dengan rumus SES dari IRRI (1996):

          k
          ∑   (ni X vi)
         I=1
P  =  ----------------  x  100%
               ZN
Keterangan:
P  = tingkat kerusakan tanaman
ni  = jumlah daun pada skala ke i
vi  = nilai skala ke i
Z  = nilai skala tertinggi
N  = jumlah seluruh daun yang diamati
Nilai skala:
0  = tidak ada serangan
1  = kerusakan 1 – 10%
3  = kerusakan 11 – 30%
5  = kerusakan 31 – 50%
7  = kerusakan 51 – 75%
9  = kerusakan > 75%

Data persentase kerusakan tanaman dan hasil panen dianalisis dengan sidik ragam kemudian perbedaan antar perlakuan dianalisis dengan DMRT. Persamaan regresi hubungan antara kepadatan populasi hama dan persentase kehilangan hasil ditentukan. Tingkat kehilangan hasil dihitung dengan rumus sebagai berikut:

             Lo - Li
Pi  =  ---------------
           Li x 100%
Pi  = % kehilangan hasil pada perlakuan ke i
Lo = hasil panen pada kontrol
Li  = hasil panen pada perlakuan ke i

Penghitungan ambang ekonomi didasarkan atas beberapa pokok perhitungan yang telah diuraikan oleh Untung (1996) dan Arifin (1994).
1. Ambang pendapatan (kg/ha):
                            Biaya pengendalian (Rp/kg)
     =  ---------------------------------------------------------------------
           Harga produk (Rp/kg) X reduksi oleh serangan ulat (%)
2. % Kehilangan hasil:
           ambang pendapatan (kg/ha)
 =  -------------------------------------  X  100%
                 Potensi hasil (kg/ha)
3. Penentuan kepadatan larva instar VI yang menyebabkan kehilangan hasil (%) pada penghitungan ke 2, dari persamaan garis regresi antara % kehilangan hasil dan kepadatan larva.
4. Penentuan ambang ekonomi dilakukan terhadap larva instar ke-3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tingkat Kerusakan Tanaman
Hasil pengamatan kerusakan tanaman di rumah kaca pada tanaman yang diinfestasi umur 30, 45 dan 60 hst menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata di antara perlakuan umur tanaman, tetapi menunjukkan ada perbedaan nyata di antara perlakuan populasi larva (Tabel 1). Pada ketiga umur tanaman, semakin banyak kepadatan larva, persentase kerusakan tanaman semakin tinggi.



 Hasil pengamatan tingkat kerusakan tanaman di lapang disajikan dalam Tabel 2. Tingkat kerusakan tanaman dipengaruhi oleh kepadatan larva. Pada 60 hst, tanaman diserang tikus sehingga tidak diperoleh data. Hasil pengamatan terdahulu menunjukkan bahwa pada keadaan lapang, pada serangan sedang ditemui larva 3 - 4 ekor; serangan tinggi 9 – 11 ekor, dan serangan rendah kurang dari seekor per rumpun (Kartohardjono dan Arifin, 2000).


B. Kehilangan Hasil Panen Akibat Kerusakan Tanaman
Hasil panen dari pengamatan di rumah kaca disajikan dalam Tabel 3. Hasil panen tersebut tak dipengaruhi oleh perlakuan umur tanaman, tetapi dipengaruhi oleh kepadatan larva. Semakin banyak kepadatan larva, hasil panen yang diperoleh semakin sedikit.

Tabel 3.  Hasil gabah kering panen (gram/rumpun) di rumah kaca pada berbagai umur tanaman dan kepadatan larva ulat grayak instar ke-3, MT 2001

Kehilangan hasil panen akibat adanya larva pada ketiga umur tanaman menunjukkan nilai yang cukup besar, berkisar antara 2,87 sampai 17,0% (Tabel 4). Semakin besar kepadatan larva pada setiap rumpun, kehilangan hasil panen akan semakin besar. Seekor  larva instar ke-3 akan menyebabkan kehilangan hasil antara 2,8 sampai 25,8% (Tabel 4). Penurunan hasil tersebut dipengaruhi oleh kepadatan larva berdasarkan kurva regresi kuadratik (Gambar 2). Pada perlakuan 2 sampai 3 ekor larva/rumpun kehilangan hasil panen
cenderung konstan dengan nilai 33,5 – 64,5%, sedangkan 4 ekor larva/rumpun dapat menurunkan hasil panen 71 – 77% (Tabel 4).


Hasil panen di lapang disajikan dalam Tabel 5. Hasil panen tak dipengaruhi oleh umur tanaman, tetapi dipengaruhi oleh kepadatan larva. Pada 30 hst ada perbedaan yang nyata antar perlakuan, sedangkan pada 45 hst tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan.


Kehilangan hasil panen yang disebabkan oleh serangan larva pada umur tanaman berbeda disajikan dalam Tabel 6. Pada 30 hst, kisarannya cukup besar, antara 36 – 69%, sedangkan pada 45 hst antara 16 – 22%. Hal tersebut juga tampak pada kurva regresi kuadratik (Gambar 3) yang menunjukkan bahwa pada 30 hst garisnya masih meningkat, sedangkan pada 45 hst dengan tiga ekor larva/rumpun telah menyebabkan penurunan hasil yang konstan.



C. Penghitungan Ambang Ekonomi
Model kehilangan hasil untuk penghitungan ambang ekonomi yang digunakan yaitu:    log y = log a + b log x;  (y = % kehilangan hasil dan x = kepadatan larva). Penghitungan ambang ekonomi ulat grayak berdasarkan data (a) model kehilangan hasil; (b) potensi hasil varietas IR64 (5 ton/ha) (Puslitbbangtan, 1991), (c) harga gabah kering panen pada keadaan lapang Rp 1.400,-/kg; (d) biaya pengendalian per ha (Tabel 7), (e) persentase reduksi tanaman oleh serangan ulat grayak instar ke-3 (0.8). Penghitungan ambang ekonomi mandapatkan hasil sebagai berikut: 1) ambang pendapatan 141,07 kg/ha, 2) persentase kehilangan hasil 2,82%, 3) persamaan regresi antara % kehilangan hasil dan kepadatan larva yaitu pada 30 hst, log y = log 1,54 + 0,412 log x dan pada 45 hst, log y = log 1,22 + 0,230 log x, 4) berdasarkan penghitungan di atas maka dapat ditentukan ambang ekonomi ulat grayak untuk instar ke-3. Dari penghitungan yang dilakukan ternyata hanya diperoleh nilai ambang ekonomi dari tanaman berumur 30 hst. larva instar ke-3, yaitu 10,8 ekor/rumpun.

 
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Serangan ulat grayak akan menyebabkan kerusakan pada tanaman padi, semakin besar kepadatan larva, maka kerusakan yang ditimbulkan semakin tinggi.
2. Seekor larva akan menyebabkan kerusakan pada tanaman padi umur 30 dan 45 hst sebesar 7,21 – 22,69% dan dapat menurunkan hasil panen antara 16,93 – 36,73%.
3. Ambang kehilangan hasil pada tanaman berumur 45 hst sekitar 2 sampai 3 ekor larva per rumpun, sedangkan pada tanaman umur 30 hst, 4 ekor per rumpun, dapat menurunkan hasil panen sampai 69%.
4. Ambang ekonomi dengan perkiraan biaya pengendalian Rp 185.000,-/ha dan harga gabah panen Rp 1.400,-/kg bagi larva instar ke-3 pada tanaman umur 30 hst bernilai 10,83 ekor/rumpun.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 1994. Economic injury level and sequential sampling technique for the common cutworm Spodoptera litura F. on soybean. Cortr. Centr. Res. Inst. Food Crops Bogor. 82: 13 -37.
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1994. Evaluasi Serangan Organisme Pengganggu Tanaman Padi Selama 5 Tahun (1989-1993). Dir. Jen. Tan. Pangan dan Hortikultura, Jakarta. 29 h.
Kartohardjono, A. dan M. Arifin. 2000 Jenis-jenis ulat grayak dan musuh alaminya pada ekosistem sawah. Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Petanian. Cipayung, Bogor, 16 – 18 Oktober 2000. 15 h.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada Univ. Press. 255 h.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2000. Strategi Peningkatan Produksi Padi untuk Keamanan Pangan Nasional. Lokakara Padi. Sukamandi, 22 Maret 2000. 24 h.
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada Univ. Press. 273 h.
Walson T.F., L. Moore, and G.W. Ware. 1975. Practical insect pest management. W.H. Freeman and Comp, San Francisco. 196 p.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar