Arifin, M., J.N. Prabowo, dan F. Kasim. 2009. Desa Kataan, menuju pertanian organik. Badan Litbang Pertanian, Deptan. 15 p.
Muhammad Arifin1, Joko Nyoto Prabowo2, dan Firdaus Kasim1
1 Badan Litbang Pertanian
2 Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Temanggung
Dengan ketinggian tempat 700 m dia atas permukaan laut,
Desa Kataan cocok untuk agribisnis hortikultura, tembakau,
maupun tanaman pangan.
Berada di lereng Gunung Sindoro yang berhawa sejuk, wilayah Desa Kataan, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, memang cocok untuk kegiatan agribisnis. Dari luas lahan desa 153 hektar, 70 hektar di antaranya berupa tegalan, dan 60 hektar sawah.
Usahatani di lahan sawah dilakukan masyarakat Kataan dengan mengupayakan komoditas padi, khususnya pada bulan September, dan terkadang pada bulan Februari. Sedangkan hortikultura diusahakan khususnya pada bulan Februari. Memasuki April, biasanya masyarakat di sana lebih memilih menanam tembakau.
Sementara pola tanam di lahan tegalan lebih bervariasi. Kurun Januari-Maret ditanami palawija. Memasuki April, masyarakat mengusahakan hortikultura, palawija, atau tembakau. Sedangkan mulai bulan Agustus, biasanya masyarakat hanya mengupayakan hortikultura atau palawija. Ragam hortikultura yang banyak dibudidayakan warga Kataan antara lain kubis, caysim, terung, tomat, cabai keriting hibrida, dan cabai rawit.
Sadar Berkelanjutan
Tampaknya, fenomena perkembangan pertanian organik telah mewarnai kegiatan petani di desa yang berjarak 27 km arah Utara dari Kota Temanggung itu. Terlebih setelah di desa yang berpenduduk 1.675 orang tersebut, ada kegiatan Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (P4Ml) yang difasilitasi Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, pada 2004 silam.
Masyarakat tani Kataan menyadari makna dan manfaat pendekatan ekologi sebagai bagian integral dari pengembangan teknologi serta pembangunan pertanian berkelanjutan. Konsep pertanian berkelanjutan itu sendiri adalah suatu sistem yang mempunyai input teknologi produksi yang efisien, ramah lingkungan, dan mampu meningkatkan daya dukung lahan. Teknologi tersebut adalah teknologi yang menggunakan bahan organik dan hayati sebagai pendukung utama dalam input sarana produksi pertanian.
Sejalan dengan konsep pertanian berkelanjutan, petani yang tergabung dalam Kelompok Tani (KT) Ngudi Makmur, sepakat melakukan kegiatan dengan membangun laboratorium mini agensia hayati dan pertanian organik. "Kami berharap dengan adanya laboratorium ini, petani mendapai kemudahan dalam memperoleh pestisida alami maupun pupuk organiki' ungkap Boedijono, Ketua Komite Investasi Desa (KID) Kataan.
Menurut Rohmad, petugas teknis POPT-PHP Kecamatan Ngadirejo, pengembangan laboratorium mini tersebut berawal dari kegagalan panen lantaran serangan hama penyakit, serta mahalnya sarana produksi seperti pupuk dan pestisida kimia. Kondisi itu, lanjut dia, memacu patani yang tergabung dalam KT Ngudi Makmur, untuk berpikir sekaligus menuangkan gagasan dalam mengantisipasi kelangkaan pupuk maupun tingginya harga pestisida, plus berupaya menjaga kelestarian agroekosistem.
Alhasil pada 1 Agustus 2004, secara resmi dibentuk kegiatan pengembangan agensia hayati dan pertanian organik. Kegiatan itu dilandasi Surat Keputusan Kepala Desa Kataan No. 141/65/LAH/08/2004.
Sesungguhnya, laboratorium mini tersebut awalnya berupa gudang untuk lumbung desa. Gudang itu sendiri merupakan bagian dari pembangunan sarana fisik yang diusulkan KlD, selain pembangunan waserda, jalan usahatani, dan saluran irigasi. Namun, sesuai perkembangan kebutuhan petani, kelompok tani mengusulkan fungsi lumbung desa dialihkan menjadi iaboratorium mini. Melalui KID, P4MI memfasilitasi sebagian peralatan. Sedangkan kelengkapan lainnya berasal dari swadaya petani.
KT Ngudi Makmur yang dibentuk pada September 1989 itu, diberi kepecayaan oleh KID untuk mengelola laboratorium mini tersebut. Kegiatan difokuskan untuk memproduksi pestisida alami dan pupuk organik. Kegiatan usaha diawali dengan prakarsa petani membuat ramuan dari bahan-bahan lokal.
"Keberadaan laboratorium mini sangat penting bagi petani Kataani”, aku Boedijono yang juga Ketua KT Ngudi Makmur. Laboratorium itu, lanjut dia, berfungsi sebagai wahana pembelajaraan kemandirian petani untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan dalam budidaya tanaman yang sehat, dan perlindungan tanaman.
Murah Meriah
Laboratorium mini di Kataan memproduksi insektisida dan fungisida alami, zat pengatur tumbuh (ZPT), pupuk organik cair, dan pupuk organik padat (kristal). Produk fungisida hayati made in Kataan itu bermerk "Tricho Powder" dan "Biola WP”. Sementara insektisida hayatinya bernama "Bea Insekta" dan "Met Insekta”. Bahan aktif dari racun nabati itu yakni cendawan dan bakteri menguntungkan seperti Trichoderma harzianum, Metarrhizium sp., Beauveria sp., serta Corynebacterium.
Produk agensia hayati tersebut dikemas dalam kantung plastik sederhana. Tiap kemasan berisi 100 gram dan dijual sangat murah, Rp 6.000 per kemasan. Walau begitu, KT Ngudi Makmur masih mengantungi laba bersih sekitar 50% dari harga jual.
Sementara pupuk organik cair dikemas dalam botol plastik berisi 500 ml. Sedangkan pupuk organik padat diwadahi dalam kantung plastik yang dikemas 1 kg per kantung.
Seluruh produk alami keluaran KT Ngudi Makmur bisa dibeli langsung ke laboratorium atau waserda yang dikelola kelompok tani. Waserda yang letaknya persis berhadapan dengan Kantor Kepala Desa Kataan itu, juga menjual sarana produksi pertanian lainnya dan kebutuhan pokok sehari-hari.
Berdayaguna
Dalam memproduksi, KT Ngudi Makmur memperoleh bimbingan teknis dari Laboratorium Perlindungan Hama dan Penyakit Tanaman (PHPT) Temanggung, serta BPTPH Propinsi Jateng. Sedangkan dalam kegiatan sehari-hari, dibina oleh petugas PHP dan PPL.
Guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, pengurus laboratorium diikutsertakan dalam pelatihan agensia hayati, studi banding ke daerah sentra pertanian organik dan studi banding ke Laboratorrum PHPT Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur. Di samping itu, mereka juga mengikuti kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan oleh petugas PHP/PPL. Di luar itu, pengurus pun mendapat pembinaan langsung dari Laboratorium PHPT Temanggung.
Kurun 2005-2006, dengan bimbingan dari Laboratorium PHPT Temanggung, KT Ngudi Makmur melakukan uji coba pembiakan, uji coba lapang dengan petani sebagai pelaksana, dan rintisan produksi. Dari hasil uji coba lapang dilakukan analisis kemampuan pengendalian terhadap hama dan penyakit sasaran, serta analisis ekonomi. Hasil analisis dan contoh produk dikirim ke Laboratorium PHPT Temanggung untuk memperoleh rekomendasi. Hasilnya, terbukti mampu melindungi dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Pada 2007, KT Ngudi Makmur menyelenggarakan demplot produk. Demonstrasi dilakukan sepenuhnya oleh petani yang mau dan mampu melakukannya di lahannya sendiri. Ternyata, demplot itu juga menjadi percontohan dan media tukar informasi antarpetani, baik dari dalam maupun luar Kecamatan Ngadirejo.
Yang jelas, "Dari hasil praktik petani di lapangan, fungisida kami mampu menekan serangan penyakit patek pada cabai merah hingga 70%”, aku Sri Agus Susilo, petani anggota KT Ngudi Makmur, yang juga Seksi Penelitian dan Pengembangan dari laboratorium mini tersebut. Seperti diketahui, patek alias antraknosa merupakan penyakit akibat cendawan Colletrotichum capsici yang sangat ditakuti petani cabai. Sebab, penyakit itu menyerang hampir seluruh bagian tanaman, mulai dari daun, batang, hingga buah. Bila tidak dikendalikan, tanaman bisa mengalami gagal panen atau puso.
Permintaan Tinggi
Berbekal hasil pelatihan, studi banding, dan praktik di lapangan, KT Ngudi Makmur lebih bersemangat memproduksi agensia hayati. Selain banyak dibutuhkan kalangan petani sendiri, produk alami dari laboratorrum mini itu juga diminati konsumen dari luar wilayah. "Peminat datang juga dari Lampung dan Kalimantan Barat. Namun, kami belum bisa memenuhi”, keluh Boedijono. "Permintaan Metarrhizium yang hanya 200 kg dari Lampung saja, sampai sekarang belum bisa terpenuhi”, imbuh Rohmad.
Kekurangan modal dan peralatan, menjadi penyebab utama masih rendahnya produksi dari laboratorium mini Kataan. "Untuk memproduksi pupuk organik padat saja masih ditumbuk secara tradisional”, ucap Sutrasno, Seksi Humas dan Tatausaha, Laboratorium Mini Agensia Hayati Kataan.
Tapi, kondisi itu bukan alasan bagi pengurus untuk tidak berproduksi. Buktinya, hingga April 2009, volume produksinya meningkat 80% dibanding kapasitas pada 2005 (lihat daftar). "Sebenarnya, volume produksi itu hanya mampu memenuhi 2-3% dari seluruh permintaan”, tandas Boedijono.
Menggeser Produk Kimia
Menurut Boedijono, produk alami itu lebih banyak diserap oleh para petani hortikultura dan tembakau. Sementara petani tanaman pangan masih sedikit. "Sekitar 80-85% petani hortikultura yang juga petani tembakau, menggunakannya”, tandasnya. Bila dihitung di seluruh Desa Kataan, imbuh Rohmad, produk alami dari laboratorium mini ini, sudah mampu menggeser penggunaan pestisida kimia hingga 65%.
Berdasar pengalaman para petani yang tergabung dalam KT Ngudi Makmur, dalam satu musim tanam tembakau di Kataan, dibutuhkan lebih dari 100 ton pupuk. Sementara untuk keperluan budidaya hortikultura diperlukan 3 ton per bulan.
Menurut petani sayuran di Kataan, dengan mengaplikasikan bahan-bahan hayati, bisa mengurangi biaya hingga 30% untuk membeli obat-obatan kimia. Paling tidak, kesadaran petani Kataan untuk beralih dari pemakaian produk kimia kepada produk alami, sedikit banyak bisa mengurangi pencemaran lingkungan. Upaya warga desa yang berada nun jauh di kaki Gunung Sindoro itu, merupakan langkah positif tak ternilai bagi keberlangsungan agribisnis berkelanjutan.
Memperoleh Penghargaan
Guna mensosialisasikan manfaat penggunaan teknologi alternatif dalam mendukung pengembangan pertanian organik ramah lingkungan, KT Ngudi Makmur kerap mengikuti berbagai pameran maupun gelar teknologi. Sepanjang 2008 misalnya, KT Ngudi Makmur mengikuti “Pameran dan Gelar Teknologi Nasional" di Semarang, yang dihadiri Presiden Rl. Selain itu, mengikuti "Pameran dan Gelar Teknologi Pertemuan Nasional MPTHI di Yogyakarta, serta "Pameran dan Gelar Teknologi Tepat Guna Unggulan Daerah di Kabupaten Temanggung. Januari 2009, KT Ngudi Makmur juga mengikuti pameran dan gelar teknologi, dalam rangka temu penyuluh, di BPP Parakan, Temanggung.
Bahkan, untuk mengembangkan kegiatan secara profesional, para pengurus laboratorium mini sering melakukan pemanduan ke luar daerah. Hal itu dilakukan atas permintaan kelompok tani atau dinas terkait, sebagai nara sumber. KT Ngudi Makmur pun beberapa kali menerima studi banding dari luar daerah dan menerima petani magang.
Kiprah KT Ngudi Makmur akhirnya tercium juga oleh pemerintah Propinsi Jateng. Pada Agustus 2007, KT Ngudi Makmur menerima penghargaan KRENOVA (Kreativitas Inovasi Masyarakat) tingkat propinsi, dalam bidang pengembangan agensia hayati dan pertanian organik. Anugerah disampaikan oleh Gubernur Jateng, yang kala itu masih dijabat oleh H. Mardiyanto, dalam upacara peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional di Semarang. Pada tahun yang sama, Rohmad pun mendapat penghargaan sebagai petugas lapang berprestasi.
Bukan hanya itu, terobosan KT Ngudi Makmur telah menghantarkan kelompok petani tersebut sebagai perwakilan propinsi ke tingkat nasional. Pada Mei 2009, KT Ngudi Makmur, yang kini sudah berkembang menjadi 7 kelompok, memperoleh penghargaan dari Presiden Rl.
Butuh Perhatian
Para petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ngudi Makmur, boleh saja berbangga hati lantaran sudah beken. Namun sungguh ironis, di balik kesuksesan masyarakat tani itu nyaris tidak direspon, baik oleh pemerintah desa maupun dinas pertanian kabupaten.
Padahal, dari laba hasil penjualan pestisida hayati dan pupuk organik, 10%-nya disumbangkan bagi pembangunan desa. Pun bagi dinas pertanian kabupaten, kesuksesan Gapoktan Ngudi Makmur merupakan bukti nyata pemberdayaan petani di wilayah kerja dinas pertanian itu sendiri. Mereka memang tidak memungkiri, pihaknya pernah menerima bantuan dari APBD pemerintah daerah Rp 16,5 juta. Dana itu mereka manfaatkan sebagai penguatan modal waserda, yang kini cukup berkembang dan telah mengeruk laba Rp 21 juta.
Namun untuk meningkatkan kapasitas produksi di laboratorium mini, KT Ngudi Makmur masih belum mampu menambah peralatan. "Keuntungan yang kami peroleh dikembalikan untuk menutupi biaya produksi. Sehingga untuk tambahan investasi peralatan baru, kami belum mampui”, papar Boedijono.
Apabila skala kapasitas produksi dikembangkan ke arah industri pedesaan, tentu akan terbuka peluang kesempatan kerya bagi generasi muda petani di Desa Kataan. Bukankah itu merupakan salah satu langkah jitu dalam mengurangi pengangguran?
Jalan usahatani
Dalam melaksanakan fungsi pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, KID melakukan pendekatan partisipatif dan perencanaan dari bawah. Upaya itu juga melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat. Dengan demikian semua rencana dan usulan kegiatan benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat.
Selain kegiatan pemberdayaan petani melalui pelatihan, pertemuan, dan demplot, KID juga melaksanakan kegiatan investasi desa berupa pembangunan prasarana yang telah lama didambakan masyarakat. Di luar laboratorium mini dan waserda, pembangunan infrastruktur di Kataan meliputi jalan usahatani serta irigasi.
Dalam pembangunan jalan usahatani sepanjang 1.600 m dan lebar 4 m, tampak partisipasi masyarakat lebih dominan. Selain tenaga secara gotong-royong, sekitar 40 warga dengan sukarela mengibahkan tanah yang dilalui jalan tersebut. “Jalan itu sangat bermanfaat bagi kegiatan usahatani, karena memperlancar pengangkutan sarana produksi maupun hasll panen”, kilah Nur Haryono, salah seorang petani yang juga Bendahara KID Kataan. "Manfaat lain dari pembangunan jalan usahatani, nilai tahan sekitar jalan meningkat”, imbuh Sutoyo, petani lainnya di Kataan, yang juga fasilitator desa (FD). Kini harga tanah di sekitar jalan usahatani itu rata-rata Rp 30.000 per m2.
Seperti halnya pembangunan jalan usahatani, pembangunan dan penyelesaian sarana irigasi, dilakukan secara gotong-royong oleh warga Kataan. Karena sangat bermanfaat bagi kegiatan usahatani, KT Ngudi Makmur membentuk P3A Darma Tirta yang bertugas memelihara sarana irigasi maupun jalan usaha tani.
Hari terus berganti. Kegiatan agribisnis di desa yang berjarak 8 km arah Barat dari Kota Kecamatan Ngadirejo itu pun, terus bergeliat. Kerja yang sinergi antara kelompok tani dengan PPL, KlD, FD, maupun LSM seolah tak mengenal waktu. Tujuannya tiada lain, menggapai harapan Desa Kataan menjelma menjadi sentra pertanian organik.
Bagaimana cara mendapatkan produk yg bapak produksi ???
BalasHapus