Koswanudin, D., M. Arifin, dan Harnoto. 2002. Kompatibilitas SlNPV dengan ekstrak biji mimba untuk mengendalikan ulatgrayak pada kedelai, pp. 343-347. Dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Bogor, 26-17 Desember 2001.
Dodin Koswanudin, Muhammad Arifin, dan Harnoto
Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Kelompok Peneliti Rekayasa Protein dan Imunologi, Balitbio, Bogor pada tahun anggaran 2001. Ulatgrayak kedelai dikoleksi dari lapang, kemudian dipelihara dan diperbanyak di laboratorium pada pakan buatan. Kedelai Wilis ditanam dalam pot plastik dan dipelihara sebaik-baiknya. SlNPV yang digunakan adalah isolat yang diperoleh dari strain Pasuruan dan diperbanyak pada bulan Juli 2001, kemudian diperbanyak lagi dan dimurnikan dengan sentrifuse berkecepatan 3500 rpm. Suspensi yang telah diketahui konsentrasinya (larutan stok) diencerkan kembali sehingga diperoleh konsentrasi 102-108. Biji mimba diperoleh dari daerah Jawa Timur dicuci bersih kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari. Selanjutnya digiling berulang-ulang hingga diperoleh serbuk biji mimba yang halus. Sebanyak 50 g biji mimba direndam dalam air 1 l diaduk-aduk dan dibiarkan selama 12 jam, kemudian disaring. Filtratnya diambil dan dilarutkan dengan pelarut teepol hingga volume menjadi 1 l. Larutan stok dibuat konsentrasi 10-1. Tanaman kedelai yang berumur 35 hari disemprot dengan larutan campuran SlNPV dengan ekstrak biji mimba sesuai konsentrasi yang digunakan. Untuk SlNPV dengan konsentrasi 3,7 x 102 – 3,7 x 108 PIBS/ml, masing-masing dicampur dengan ekstrak biji mimba dengan konsentrasi 10-1, volume larutan semprot 6 ml/tanaman. Sebagai kontrol menggunakan air suling dan ekstrak biji mimba. Tanaman kedelai disungkup dengan kurungan milarsit kemudian diinfestasikan dengan larva ulatgrayak instar ketiga sebanyak 15 ekor/perlakuan. Setelah 3 hari ulat dipanen masing-masing 10 ekor/perlakuan dan dipelihara pada pakan buatan untuk diamati perkembangannya. Kombinasi SlNPV pada konsentrasi 3,7 x 107 dan 3,7 x 108 PIBS dengan ekstrak mimba konsentrasi 10-1 kompatibel dan efektif untuk mengendalikan ulatgrayak.
Kata kunci: SlNPV, ekstrak biji mimba, kompatibilitas
ABSTRACT
Compatibility of SlNPV with neem seed extracts for the control of armyworm on soybean. The study was carried out in the laboratory and green house of Bogor Agriculture Biotechnology and Genetic Resources. Soybean armyworm were collected from the fleld, were reared and multiplied on artificial diet in the laboratory. Wilis varieties of soybean were planted in plastic pot. SlNPV were found from Pasuruan, were rearead and multiplied. Purification of SlNPV were done in a centrifuge at 3500 rpm. Suspension which have been known its consentration were dilute until were found 102-108 consentration. Neem seed from East Java were washed and then were dried under sun shine during 3 days. Those neem seed were crushed until were found neem seed powder. About 50 g neem seed powder were soaked in 1 l water, were stired and then were admited about 12 hours, and then were
filtered. Filtrate were diluted in teepol until its volume 1 l. Stock solution were made 10-1 consentration. Thirty five days old soybean plant were applied componend of SlNPV and extract neem seed solution. The consentration of SlNPV were 3.7 x 102 to 3.7 x 108 PIBs/ml were mixed with 10-1 concentration of neem seed extract. Spray volume was 6 ml/plant. The untreated plant were applied with water and neem seed extract solution. Soybean plants were revered with plastic, and then were infested 15 third instar larvae of armywarm/treatment. Three days after, 10 larvae/treatment were taken and reared on artificial diet. The development of armywarm were observed. Combination of SlNPV at the rate of 3.7 x 107 and 3.7 x 108 PIBs with 10-1 consentration of neem seed extract were compatible and effective to armyworm.
Key words: SlNPV, neem seed, extracts, compatibility
PENDAHULUAN
Sebagai upaya mengurangi penggunaan insektisida sintetik untuk mengendalikan ulatgrayak maka sejak beberapa tahun terakhir telah dikembangkan pengendalian secara biologi, di antaranya pemanfaatan agensia hayati. Beberapa jenis bakteri, cendawan, virus, dan nematoda berpotensi sebagai agensia pengendali hayati.
Salah satu agen hayati yang telah dikembangkan, yaitu nuclear polyhedrosis virus (NPV). NPV merupakan salah satu jenis virus patogen yang menginfeksi beberapa jenis serangga hama, antara lain ulatgrayak (Spodoptera litura) pada kedelai. NPV yang menyerang ulatgrayak pada kedelai dikenal sebagai SlNPV (Arifin, 1999).
Nuclear polyhedrosis virus berpotensi biotik tinggi sehingga dapat dikembangkan sebagai biopestisida untuk mengendalikan ulatgrayak (Arifin, 1999; Sutarya dan Dibiyantoro, 1995). Untuk mendapatkan SlNPV yang berspektrum luas dan virulen dapat dikombinasikan dengan jenis agensia lainnya yang kompatibel, di antaranya dengan ekstrak tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati (Maddox, 1975).
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati adalah tanaman mimba (Aradirachta indica A. Juss) yang diekstrak dari bagian biji. Ekstrak biji mimba telah dilaporkan dapat mempengaruhi perkembangan lebih dari 200 jenis serangga (National Academic Press, 1992). Tanaman mimba mengandung senyawa kimia bioaktif bersifat insektisidal, yaitu azadirachtin, meliantriol, salanin, dan mimbin yang ditemukan pada bagian daun, buah, ranting, dan biji (Saxena, 1989). Secara sistematik azadirachtin merupakan senyawa yang paling efektif daripada senyawa lainnya. Kerja senyawa azadirachtin dapat menghambat perkembangan serangga, memperlambat dan mengurangi produksi telur serta sebagai rekan meliantriol dapat menghambat aktivitas makan pada serangga.
Dengan kelebihan yang dimiliki oleh agensia hayati SlNPV dengan ekstrak biji mimba, kombinasi SlNPV dengan ekstrak biji mimba diharapkan kompatibel sehingga lebih efektif untuk pengendalian ulatgrayak.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan tingkat kompabilitas SlNPV yang dikombinasikan dengan ekstrak biji mimba untuk mengendalikan ulatgrayak pada kedelai.
BAHAN DAN METODE
Percobaan terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan. Sebagai perlakuan adalah SlNPV dengan konsentrasi 3,7 x 102 - 3,7 x 108 PIBs/ml yang dicampur dengan ekstrak mimba dengan konsentrasi 10-1, sebagai kontrol digunakan air suling dan ekstrak biji mimba.
Tanaman kedelai yang telah berumur 35-40 hari disemprot masing-masing perlakuan dengan volume semprot 6 ml/perlakuan. Setelah dikering-anginkan, tanaman kedelai disungkup dengan kurungan plastik milarsit, kemudian diinfestasi dengan ulatgrayak larva instar ketiga sebanyak 15 ekor/perlakuan. Setelah 3 hari, ulat dipanen, masing-masing sebanyak 10 ekor/perlakuan dan dipelihara pada pakan buatan secara individu untuk diamati mortalitasnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan mortalitas ulatgrayak yang dilakukan 3-7 hari setelah aplikasi (Tabel 1). Pada pengamatan 3 hari setelah aplikasi belum terdapat ulat yang mati pada seluruh perlakuan. Empat hari setelah aplikasi perlakuan, SlNPV pada konsentrasi 3,7 x 108 PIBs mematikan ulatgrayak sebesar 30% dan kontrol mimba 3,3%. Pada pengamatan 5 hari setelah aplikasi menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi SINPV dengan ekstrak biji mimba pada konsentrasi 3,7 x 103, 3,7 x 104, 3,7 x 105, 3,7 x 106, 3,7 x 107, dan 3,7 x 108 PIBs mematikan ulatgrayak masing-masing sebanyak 43,33; 3,33; 26,67; 73,33; dan 63,33% serta kontrol mimba sebesar 13,33% (Tabel 1).
Pengamatan 6 hari setelah aplikasi menunjukkan terjadinya peningkatan persentase ulat yang mati. Perlakuan kombinasi SlNPV dengan ekstrak biji mimba pada konsentrasi 3,7 x 103, 3,7 x 104, 3,7 x 105, 3,7 x 106, 3,7 x 107, dan 3,7 x 108 PIBs menyebabkan kematian ulat masing-masing sebesar 43,33; 26,7; 20,00; 73,33; 93,33; dan 100% serta kontrol mimba sebesar 66,67%. Sedangkan pengamatan 7 hari setelah aplikasi menunjukkan bahwa mortalitas ulatgrayak pada perlakuan kombinasi SlNPV dengan ekstrak biji mimba makin meningkat. Mortalitas ulatgrayak pada perlakuan SINPV konsentrasi 3,7 x 103, 3,7 x 104, 3,7 x 105, 3,7 x 106, 3,7 x 107, dan 3,7 x 108 PIBs, masing-masing sebesar 6,67; 43,33; 33,33; 83,33; 83,33; 100; dan 100%. Mortalitas ulatgrayak pada kontrol ekstrak biji mimba 66,67% dan 0% pada kontrol air (Tabel 1).
Hasil peneiitian menunjukkan bahwa kombinasi SlNPV dengan ekstrak biji mimba dapat kompatibel terutama pada konsentrasi SlNPV 3,7 x 106 dan 3,7 x 108. Pada Tabel 1 terlihat bahwa kematian ulatgrayak dipengaruhi konsentrasi SlNPV dengan ekstrak biji mimba. Kematian ulat meningkat dengan makin tingginya konsentrasi SlNPV. Konsentrasi 3,7 x 107 dan 3,7 x 108 PIBs dengan esktrak biji mimba 10-1 merupakan konsentrasi yang efektif untuk pengendalian ulatgrayak dengan tingkat kematian masing-masing 93,33 dan 100% yang terjadi 6 hari setelah aplikasi.
Perlakuan kombinasi SlNPV dengan ekstrak biji mimba pada konsentrasi 3,7 x 107 dan 3,7 x 108 PIBs efektif terhadap ulatgrayak dan menunjukkan kompabalitas. Menurut Mumford dan Norton (1984) dalam Arifin (1998), salah satu kriteria keefektifan suatu jenis insektisida apabila berdaya bunuh 80% atau lebih. Kematian ulatgrayak pada perlakuan kombinasi SlNPV dengan ekstrak biji mimba tersebut disebabkan terjadinya sinergis yang baik dari kedua agensia SlNPV dengan ekstrak biji mimba. Menurut Maddox (1975) kematian ulat karena NPV dipengaruhi oleh banyaknya polyhedral yang tertelan oleh ulat. Semakin tinggi dosis NPV yang diaplikasikan pada tanaman berarti butiran polyhedral yang dilapiskan pada tanaman semakin tebal sehingga ulat yang tertelan semakin banyak, maka peluang terjadinya infeksi sel jaringan tubuh yang rentan akan semakin besar, akibatnya tingkat kematian ulat semakin tinggi. Demikian pula senyawa azadirachtin yang terdapat pada ekstrak biji mimba dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan serangga (sebagai repellen) serta adanya senyawa meliantriol yang dapat menghambat aktivitas serangga untuk makan (Djamin dan Ginting, 1990).
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi SlNPV dengan ekstrak biji mimba bersifat kompatibel. Namun perlu dilakukan pengujian tingkat keefektifannya di lapang.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1998. Pengaruh konsentrasi dan volume nuclear polyhedrosis virus terhadap kematian ulatgrayak kedelai (Spodoptera litura F.). Penelitian Pertanian. hlm. 12-14.
Arifin, M. 1999. Perkembangan penelitian pengendalian ulatgrayak, Spodoptera litura (F.) dengan SlNPV pada kedelai. Prosiding Makalah Simposium Patogen Serangga I. Yogyakarta, 12-13 Oktober 1993. hlm. 171-183.
Djamin, A dan C.U. Ginting. 1990. Sifat biologi dan kandungan kimia mimba (Azadirachta indica) sebagai sumber pestisida botanis. Seminar Ilmiah Lustrum V FMIPA USU. Medan, 20-3 Agustus 1990.
Maddox, J.V. 1975. Use of diseases in pest management. In R.L. Metcalf and W.H. Luckmann (Eds.). Introduction to Insect Pest Management. John Wiley and Sons, New York.
National Academic Press. 1992. Neem: A tree for solving global problems. National Research Council. National Academy Press, Washington DC.
Saxena, R.C. 1989. Insecticides from neem. In J.T. Armason, B.J.R. Philoque, and P. Morand (Eds.). Insecticides of Plant Origin. ACS, Washington D.C. p. 110-135.
Sutarya, R. dan A.L. Dibiyantoro. 1995. Pemanfaatan virus SlNPV untuk pengendalian hama Spodoptera exigua Hbn. pada tanaman bawang merah. Laporan APBN 1995/96. Balitsa. 10 hlm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar