Minggu, 30 Januari 2011

33. Pertumbuhan Intrinsik Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) pada Tanaman Kedelai


Arifin, M. 1992. Pertumbuhan intrinsik ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman kedelai, pp. 453-464. Dalam M. Machmud et al. (Eds.). Prosiding Lokakarya Penelitian Komoditas Khusus 1991. AARP Badan Litbang Pertanian – Ditjen Dikti.

Muhammad Arifin
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor


ABSTRAK

Dua percobaan dilaksanakan di KP Mojosari (Jawa Timur) pada MK 1989 untuk menentuken laju pertumbuhan intrinsik ulat grayak serta beberapa parameter populasi lainnya. Ulat grayak diambil dari lapangan, dipelihara secara alami pada tanaman kedelai di pot berdiameter 21 cm dan dikurung plastik tembus cahaya. Kepompong yang terjadi dikumpulkan dalam kotak plastik berisi pasir; ngengatnya dikawinkan dan telur yang melekat pada kertas filter dikumpulkan dan ditetaskan pada daun kedelai. Laju fekunditas ulat grayak dihitung di laboratorium. Kelompok telur yang berjumlah 300 butir/kelompok diletakkan di bawah permukaan daun kedelai varietas Wilis yang ditanam di lapangan pada petak ukuran 500 m2. Tanaman yang diberi telur disungkup kurungan kain kasa berdiameter 21 cm dan tinggi 60 cm. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan menghitung banyaknya telur yang menetas dan ulat yang hidup. Hasilnya menunjukkan bahwa laju pertumbuhan intrinsik ulat grayak (r)= 0,134 individu/hari. Laju reproduksi bersih (Ro) ulat grayak 68,8 kali/generasi. Rata-rata panjang daur hidup 31,8 hari; laju pertambahannya 1,14 kali/hari; laju kelahiran 0,283 dan angka kematian 0,149. Model laju pertumbuhan pada keadaan yang tidak terbatas adalah Nt = No e0,134t. Satu ekor ngengat ulat grayak dapat berkembang menjadi 56 pasang dalam waktu satu bulan.

ABSTRACT

Intrinsic Rate of Natural Increase of the Common-Cutworm (Spodoptera litura F.) on Soybean. The intrinsic rate of increase (r) as a basic parameter for bio-ecological study of insect had been established for the common cutworm population. The research consisted of 2 experiments, namely survival rate and fecundity rate of the cutworm. The survival rate of the cutworm was found by measuring of the development from egg to adult at various stages of soybean plant growth in the field. The fecundity rate of the cutworm was found by counting of the eggs laid by moths at 22.8-29.0OC in the laboratory. Results of the experiment indicated that the value of r was 0.134 individuals per day. It was 71% accounted for by the first two days or 97% by the first fourth days of adult life. The value of net reproduction rate (Ro) was 68.8 times in each generation; mean length of a generation (T) was 31.8 days; finite rate of increase was 1.14 times per day; instantaneous birth rate (b) was 0.283; instantaneous death rate (d) was 0.149. In an unlimited environment, the model of the population growth rate can be written as Nt= No e0.134t. If there is a pair of moth at time t, then in one month later, the moth population will become 56 pairs.

PENDAHULUAN

Salah satu kendala penting dalam usaha mempertahankan hasil kedelai adalah kerusakan tanaman akibat serangan hama, khususnya ulat grayak, Spodoptera litura F. (Lepidoptera, Noctuidae). Upaya untuk mengendalikan serangga hama ini dilakukan dengan pendekatan ekologis sesuai dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Hal ini berarti bahwa pengendalian hama harus didasarkan atas pengetahuan tentang bio-ekologi hama (3). Oleh karena itu perlu dilakukan usaha memperdalam pengkajian terhadap berbagai gatra bio-ekologi ulat grayak, antara lain potensi biotiknya.
Potensi biotik suatu serangga dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan parameter yang disebut laju pertumbuhan intrinsik. Laju pertumbuhan intrinsik (r) adalah laju pertumbuhan individu serangga pada suatu kondisi fisik tertentu dalam suatu lingkungan tak-terbatas yang pengaruhnya terhadap peningkatan populasi serangga tidak diperhitungkan (1). Pertumbuhan populasi pada suatu lingkungan tak-terbatas mengikuti suatu model yang bersifat eksponensial.
Nt = No ert;
No = banyaknya individu pada waktu nol;
Nt = banyaknya individu pada waktu t;
r   = laju pertumbuhan intrinsik; dan
e  = bilangan logaritma alami (= 2,71828).
Pertumbuhan populasi ini dapat terjadi bila populasi serangga memiliki sebaran umur yang stabil, artinya memiliki peluang keperidian dan kematian yang sama pada kelompok umur tertentu untuk setiap generasi. Selain itu, populasi tersebut memiliki proporsi kelompok umur yang relatif sama untuk setiap generasi (2).
Penelitian ini bertujuan menentukan laju pertumbuhan intrinsik ulat grayak serta beberapa parameter populasi lainnya, seperti laju reproduksi bersih, masa generasi serta laju kelahiran dan kematian. Hasil penelitian penting artinya dalam mempelajari bio-ekologi serangga sebagai salah satu elemen dasar PHT (3).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada MK 1989 di Kebun Percobaan Sub-Balai Penelitian Tanaman Pangan Mojosari, Jawa Timur.

Pemeliharaan Ulat Grayak

Ulat grayak diambil dari lapangan dan dipelihara secara alami pada tanaman kedelai dalam pot berdiameter 21 cm yang disungkup dengan kurungan plastik tembus cahaya berdiameter 21 cm dan tinggi 100 cm. Kurungan dilengkapi dengan 3 buah lobang di dinding dan sebuah lobang di atap yang ditutup kain kasa untuk ventilasi. Penggantian pakan dilakukan dengan memindahkan ulat ke tanaman sehat dalam pot yang lain sebelum daun kedelai habis. Kepompong yang terjadi dikumpulkan dalam kotak plastik berukuran 18 cm x 13 cm x 7,5 cm yang berisi pasir. Ngengat yang muncul dikawinkan dalam kotak plastik yang berukuran sama. Sisi dalam kotak dilapisi kertas filter untuk ngengat meletakkan telur. Larutan madu 10% yang telah diserapkan pada kapas dimasukkan ke dalam kotak sebagai pakan dan diganti setiap hari. Kelompok telur yang melekat pada kertas filter dilekatkan pada daun tanaman sehat dengan penjepit hingga menetas.

Peluang Hidup Ulat

Percobaan dilakukan dengan perlakuan 3 stadia tanaman, yaitu stadia vegetatif, pembungaan dan pembentukan/pengisian polong, Tiap perlakuan diulang 10 kali. Benih kedelai varietas Wilis ditanam di lapangan pada petak berukuran 500 m2 dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm, 2 tanaman/rumpun. Pupuk diberikan pada saat tanam dengan dosis setara dengan 50 kg N, 75 kg P2O5 dan 50 K2O/ha. Kelompok telur yang baru diletakkan oleh ngengat betina dikumpulkan dan yang berjumlah 300 butir/kelompok dipilih untuk bahan penelitian. Kelompok telur diletakkan di permukaan daun bagian bawah, kemudian rumpun tanaman disungkup dengan kurungan kain kasa berdiameter 21 cm dan tinggi 60 cm. Bagian bawah kurungan yang terbuka diikatkan ke batang tanaman. Pengamatan banyaknya telur yang menetas dan banyaknya ulat yang hidup dilakukan setiap hari. Untuk memudahkan pengamatan banyaknya ulat yang hidup pada saat ulat mencapai instar I-III, dilakukan pengamatan berseri dengan menginfestasikan 7 kelompok telur tiap ulangan secara terpisah pada tiap rumpun. Pengamatan hari pertama hingga keenam dilakukan dengan membuka salah satu kurungan dan setelah pengamatan, ulat dimatikan. Pengamatan hari ketujuh dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama, tetapi setelah pengamatan ulat dipindahkan ke rumpun tanaman sehat.

Keperidian Ngengat

Ngengat yang baru muncul dikawinkan sepasang-sepasang dalam kotak plastik seperti pada cara pemeliharaan ngengat. Banyaknya telur yang diletakkan tiap ekor ngengat betina dihitung setiap hari sampai ngengat betina mati. Setelah penghitungan, ngengat dipindahkan ke kotak lain dan dipelihara dengan cara yang sama. Suhu laboratorium selama percobaan berkisar antara 22,8 - 29,0OC dan perlakuan diulang 25 kali.

Penghitungan

Penghitungan semua parameter di bawah ini menggunakan metode Birch (1) berdasarkan populasi serangga betina. Data primer yang dibutuhkan meliputi:
a. Tabel kehidupan; menerangkan peluang hidup setiap individu pada umur x, dinyatakan dengan lx (lo= 1). Umur x ditentukan berdasarkan titik tengah dari kedua waktu pengamatan.
b. Tabel keperidian; menerangkan banyaknya keturunan betina yang dihasilkan oleh seekor ngengat pada umur x, dinyatakan dengan mx. Jika N butir telur dihasilkan oleh seekor ngengat betina yang hidup antara umur x hingga x+1 dalam unit waktu tertentu, maka mx= N. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa nisbah individu betina dan jantan= 1.
Mengawali penghitungan nilai r, kedua parameter lain, yaitu laju reproduksi bersih dan masa generasi rata-rata harus ditentukan telebih dahulu. Laju reproduksi bersih (Ro) adalah laju kelipatan keturunan betina dalam suatu generasi.
Ro = ∑ lx mx
Masa generasi rata-rata (T) adalah masa rata-rata individu antara generasi induk dan generasi keturunannya.
        ∑ x lx mx
T = --------------
          ∑ lx mx
Laju pertumbuhan intrinsik (r) dihitug dengan rumus:
        loge Ro
r = -------------
            T
Nilai r ini merupakan hasil penaksiran yang kasar. Nilai r sesungguhnya dapat diperoleh melalui proses iterasi, yaitu dengan memasukkan berbagai nilai r di sekitar nilai r duga ke dalam rumus:
∑ e-rx lx mx = 1
Penghitungan r akan lebih mudah kalau kedua sisi persamaan dikali dengan e7 sehingga menjadi:
∑ e7-rx lx mx = 1097
Laju pertumbuhan terbatas (λ) adalah kelipatan populasi dalam suatu kisaran waktu tertentu.
λ = anti loge r
Laju kelahiran terbatas (β):
1/β = ∑ lx e-r(x+1)
Laju kelahiran seketika (b):
         r β
b = ----------
        er - 1
Laju kematian seketika (d):
r = b – d
Laju kematian terbatas (δ):
          δ r
d = ----------
        er - 1
Hubungan antara jumlah individu dan waktu dalam suatu populasi yang tumbuh exponensial dinyatakan dengan persamaan:
Nt = No ert

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurva peluang hidup ulat grayak pada berbagai stadia tanaman kedelai tanpa musuh alami di lapangan disajikan pada Gambar 1. Peluang hidup tertinggi sejak saat telur hingga menjadi ulat instar VI terjadi pada stadium vegetatif (15%), diikuti stadium pembungaan (10%) dan stadium pembentukan/pengisian polong (8%). Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa tanaman pada stadium vegetatif merupakan sumber pakan terbaik untuk pertumbuhan ulat. Oleh karena itu, laju pertumbuhan instrinsik ulat grayak dihitung berdasarkan data peluang hidup ulat pada tanaman stadium vegetatif. Peluang hidup dari telur hingga ulat instar I, awal kepompong dan awal ngengat, masing-masing 94%, 15% dan 11%. Lamanya stadia telur, ulat, kepompong dan ngengat, masing-masing sekitar 2, 16, 9 dan 9 hari. Keperidian keturunan betina per ngengat betina tertinggi terjadi pada hari kedua, yaitu 233 ekor dan jumlah keturunan betina sebanyak 707 ekor. Masa prapeneluran, peneluran dan pascapeneluran, masing-masing berlangsung selama 2, 6 dan 1 hari.
Penghitungan laju pertumbuhan intrinsik (r) ulat grayak diawali dengan menghitung laju reproduksi bersih (Ro). Langkah dan hasil penghitungannya disajikan pada Tabel 1. Perkembangan dari telur hingga munculnya ngengat berakhir pada hari ke 27, dan hari ke 28,5 adalah titik tengah dari hari pertama dan kedua telur diletakkan. Awal tabel kehidupan ngengat dihitung sejak saat ngengat meletakkan telur (x= 28,5 hari). Karena peluang hidup (lx) stadia pra-dewasa dari telur hingga munculnya ngengat sebesar 0,108, dan keturunan betina pada x= 28,5 hari sebanyak 183,0 ekor, maka awal tabel kehidupan ngengat (lx mx)= 0,108 X 183,0= 19,76 ekor. Untuk selanjutnya, nilai lx mx diperoleh dari tiap kelompok umur, dan jumlah nilai tersebut (∑ lx mx)= Ro= 68,8. Hal ini berarti bahwa populasi ulat grayak betina meningkat menjadi 68,8 kali lipat tiap generasi pada kondisi lingkungan tak terbatas.
Perbandingan dua populasi melalui Ro dapat menyesatkan, kecuali jika masa generasi rata-rata (T) kedua populasi tersebut sama. Dua populasi mungkin mempunyai Ro yang sama, tetapi r keduanya berbeda karena T-nya berbeda. Sebagai contoh, nilai lx mx pada Tabel 1 naik-turun menurut kelompok umur. Jika Ro kedua populasi tersebut bernilai sama, nyatalah bahwa nilai T kedua populasi tersebut akan berbeda. Oleh karena itu, parameter Ro memiliki nilai yang terbatas dan peranannya harus selalu dipertimbangkan bersama dengan T.
Ro analog dengan λ (laju pertumbuhan terbatas). Perbedaannya, Ro didefinisikan untuk suatu waktu yang panjang yang sama dengan masa generasi T sedangkan λ untuk suatu kisaran waktu tertentu (t) yang pendek, umumnya hari. Jika kisaran waktu t sama dengan masa generasi T, maka Ro akan sama dengan λ. Masa generasi rata-rata secara kasar dapat diduga dengan rumus:
        loge Ro
T = -----------
           r
Jika λ mendekati 1, nilai T dapat dihitung dengan rumus:
         ∑ x lx mx          2185,17
T = ---------------  = ------------- = 31,8 hari
           ∑ lx mx             68,75
Nilai r dapat dihitung dengan rumus:
        loge Ro          loge 68,8
r = ------------- = --------------- = 0,13 per ekor per hari
            T                 31,8
Nilai r ini adalah nilai duga. Dengan proses iterasi, diperoleh nilai r sesungguhnya, yaitu sebesar 0,134 ekor per hari (Tabel 2).
Nilai r merupakan konstante untuk suatu kondisi lingkungan yang konstan. Jika kondisi lingkungan berubah, nilai r juga akan berubah. Agar suatu species mampu bertahan hidup pada suatu lingkungan, nilai r minimum dari species tersebut harus dilampaui. Jika r kurang dari nilai minimum tersebut, species tersebut akan gagal dalam perjuangan hidupnya. Hal itu tidak berarti bahwa makin tinggi nilai r, populasi tersebut makin berhasil dalam perjuangan hidupnya (1).
Alam mungkin mengatur nilai r suatu species. Nilai tersebut: 1) cukup besar, sehingga memungkinkan mereka berhasil dalam berkompetisi dengan spesies lain, dan 2) cukup kecil untuk mencegah suatu laju peningkatan populasi, sehingga cadangan makanan dalam lingkungan tidak cepat habis (1).
Setelah nilai r diperoleh, maka laju pertumbuhan terbatas (λ) dapat dihitung, sebagai berikut:
λ = antiloge r = antiloge 0,134 = 1,143
Hal ini berarti bahwa populasi menjadi 1,143 kali lipat per hari.
Penghitungan andil tiap kelompok umur ngengat terhadap nilai r disajikan pada Tabel 3. Kelompok ngengat berumur 2 hari pertama memberikan andil terhadap nilai r= 71% dan kelompok ngengat berumur 4 hari pertama memberikan andil 97%. Makin awal telur diletakkan dalam kehidupan ngengat, makin besar andilnya terhadap nilai r. Andil kelompok umur 3 hari terakhir kehidupan ngengat sebesar 3%. Meskipun andilnya kecil, tetapi itu tidak berarti bahwa ngengat berumur 5-8 hari tidak penting karena telur-telur yang dihasilkan pada akhirnya akan memunculkan ngengat dalam kategori umur reproduktif.
Kenyataan biologis tersebut menunjukkan bahwa nilai r ditentukan oleh jumlah telur selama 4 hari pertama kehidupan ngengat daripada oleh jumlah telur total selama kehidupan ngengat.
Jika tabel kehidupan diketahui dan nilai r dihitung, sebaran umur stabil ulat grayak dan laju kelahiran individu betina yang stabil (β) dapat ditentukan. Penghitungan kedua parameter tersebut disajikan pada Tabel 4. Dalam penghitungan, 1/β= 3,302 atau β= 0,303.
Sebaran umur stabil sebagian besar adalah stadia pradewasa dengan proporsi 99,3%. Hanya 0,9% dari jumlah total individu dalam sebaran umur stabil adalah ngengat.

Suatu populasi memiliki laju kelahiran dan laju kematian. Nilai laju kelahiran seketika (b) diperoleh dengan persamaan:
          r β          (0,134) (0,303)
b = ---------- = -------------------- = 0,283
        er – 1             e0,134 – 1
sedangkan laju kematian seketika (d) sebesar:
d = b – r = 0,283 – 0,134 = 0,149
Berdasarkan nilai r= 0,134, maka persamaan pertumbuhan populasi eksponensial dapat
ditentukan, yaitu:
Nt = No e0,134t
Persamaan di atas menunjukkan bahwa seekor ngengat betina dapat menghasilkan keturunan sebanyak 56 ekor betina selama sebulan dan 3103 ekor betina selama 2 bulan.

Umumnya petani di Jawa Timur dan daerah penghasil kedelai utama lainnya menanam kedelai di musim kemarau 2 kali. Jadi, apabila seekor ngengat betina hadir di pertanaman 3 minggu setelah tanam, maka 2 bulan kemudian atau kira-kira seminggu sebelum panen, populasinya akan menjadi 3103 ekor betina. Populasi itu bila menyerang pertanaman kedelai pada masa tanam kedua di musim kemarau, tentu akan mengakibatkan hasil panen yang besar. Oleh karena itu, pemantauan populasi ulat grayak perlu diintensifkan, terutama pada musim tanam kedua di musim kemarau.

KESIMPULAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Peluang hidup populasi ulat grayak tanpa musuh alami di lapang pada tanaman kedelai stadium vegetatif lebih tinggi daripada stadia pembungaan dan pembentukan/pengisian polong.
2. Laju pertumbuhan instrinsik (r) ulat grayak pada suhu 22,8 - 29,0o C di laboratorium adalah 0,134. Nilai r ini ditentukan oleh jumlah telur yang dihasilkan selama 4 hari pertama kehidupan ngengat. Laju reproduksi bersih (Ro) sebesar 68,8 kali tiap generasi, masa generasi rata-rata (T) berlangsung selama 31,8 hari, laju pertumbuhan terbatas sebesar 1,14 kali per hari, laju kelahiran dan laju kematian seketika, masing-masing sebesar 0,283 dan 0,149. Proporsi stadium pradewasa (telur, ulat dan kepompong) sebesar 99,3% sedangkan stadium dewasa (ngengat) sebesar 0,7%.
3. Berdasarkan laju pertumbuhan instrinsik ulat grayak sebesar 0,134, pada kondisi lingkungan tak-terbatas, sepasang ngengat dalam sebulan akan meningkat populasinya menjadi 56 kali lipat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Birch, L.C. 1948. The intrinsic rate of natural increase of an insect population. J. An. Ecol. 17: 15-26.
2. Poole, R.W. 1974. An introduction to quantitative ecology. McGraw-Hill Kojakusha, Tokyo. 531 p.
3. Watson, T.F, L. Moore, and C.W. Ware. 1976. Practical insect pest management: a self-instruction manual. W.H. Freeman, San Francisco' 196 p.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar