Rabu, 19 Januari 2011

58. Keefektifan SlNPV terhadap Ulat Grayak, Spodoptera litura (F.) yang Dipelihara dengan Berbagai Sumber Pakan


Alwi, A. dan M. Arifin. 1997. Keefektifan SlNPV terhadap ulat grayak, Spodoptera litura (F.) yang dipelihara dengan berbagai sumber pakan, pp. 74-80. Dalam M. Arifin et al. (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Tantangan Entomologi pada Abad XXI. Bogor, 8 Januari 1997. PEI Cabang Bogor dan Proyek Pengendalian Hama Terpadu.

Asnimar Alwi1 dan Muhammad Arifin2

1Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor
2Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor

Abstract

Effectiveness of SlNPV to the Common Cutworm, Spodoptera litura (F) Reared by Different Kinds of Diets. An experiment has been conducted in a laboratory during 1995 to determine a suitable diet for mass rearing of the cutworm that will be used to produce SlNPV. The experiment used a completely randomized design with four kinds of diet as treatments and each treatment were replicated five times. Results indicated that artificial diets of A and B formulations were suitable for mass rearing of the cutworm. At a concentration of 1 X 108 PIBs/ml, SlNPV produced from the larvae reared by an artificial diet of A or B formulation was suitable for producing SlNPV. The larval mortality rate was 81-85%, larval period from infection to die was 6-7 days, initial mortality of the larvae was at 4 days after infection, and larval mortality rate of 80% was at 14 days after infection.
Key words:  Diet, Cutworm, Spodoptera litura, SlNPV

Pendahuluan

Ulat grayak, Spodoptera litura F. merupakan salah satu hama penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Hama ini menyerang daun pada stadium vegetatif hingga pengisian biji sehingga mengganggu proses fotosintetis dan mengakibatkan kehilangan hasil panen. Usaha mengendalikan hama ini dengan mengandalkan insektisida semata teiah terbukti meningkatkan ketahanan ulat terhadap insektisida di beberapa sentra produksi kedelai (Sutrisno dalam Endo et al., 1988). Untuk mengatasi masalah tersebut, selain insektisida harus digunakan secara bijaksana, cara pengendalian lain yang tidak berdampak negatif perlu ditemukan.
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alarni merupakan salah satu cara yang dianjurkan dalarn sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Di antara beberapa jenis musuh alami yang dikenal, Spodoptera litura nuclear-polyhedrosis virus (SlNPV) merupakan salah satu virus patogen yang efektif terhadap ulat grayak. SlNPV dengan konsentrasi 2,3 X 107 PIBs/ml yang diaplikasikan sebanyak 50 ml/m2 atau setara dengan dosis 11 X 1012 PIBs/ha terbukti efektif untuk mengendalikan ulatgrayak instar l-lll. Tingkat kematian ulat pada dosis tersebut sekitar 80% (Arifin, 1988). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, nyatalah bahwa SlNPV berpeluang sebagai agensia pengendalian hayati ulat grayak.
Ada tiga tahapan dalam usaha pengembangan SlNPV sebagai agensia pengendalian hayati, yaitu (a) pembiakan masal ulat grayak, (b) perbanyakan dan standarisasi SlNPV, serta (c) pemformulasian SlNPV (Maddox, 1975). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh berbagai sumber pakan ulat grayak terhadap keefektifan SlNPV. Tujuannya untuk menentukan sumber pakan ulat grayak yang cocok untuk memproduksi SlNPV.

Bahan dan Metode

Percobaan ini dilaksanakan di laboratorium Balitbio, Bogor dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 1995. Percobaan terdiri atas dua unit kegiatan, yaitu (a) pengaruh berbagai konsentrasi SlNPV terhadap ulat grayak, dan (b) pengaruh SlNPV terhadap ulat grayak yang dipelihara pada berbagai sumber pakan.
Ulat grayak dikoleksi dari lapang kemudian dibiakkan secara masal dengan pakan daun kedelai hingga diperoleh populasi generasi F2. SlNPV yang diperoleh dari sediaan Balitbio Bogor, diperbanyak dan dimurnikan menurut metode Arifin (1988) kemudian diencerkan dengan air suling hingga diperoleh suspensi dengan berbagai konsentrasi yang sesuai dengan perlakuan.

Pengaruh berbagai konsentrasi SlNPV terhadap ulatgrayak

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan konsentrasi SlNPV, yaitu k1 = 5 x 106, k2 = 1 x 107, k3 = 5 x 107, k4 = 1 x 108, dan k5 = 5 x 108 PlBs/ml, serta kontrol, masing-masing dengan volume semprot 50 ml/m2. Tiap perlakuan diulang lirna kali.
Tanaman kedelai varietas Wilis ditanam dalam pot dengan 3 batang/pot. Pada saat mencapai stadium pembungaan, tanaman disemprot dengan suspensi SlNPV sesuai dengan perlakuan konsentrasi kemudian disungkup dengan kurungan plastik berukuran diameter 21 cm dan tinggi 100 cm. Ulat instar III (generasi F1 dari lapang yang dibiakkan dengan daun kedelai) sebanyak 20 ekor diinfestasikan ke dalam tiap kurungan selama 48 jam. Setelah itu, ulat dipelihara secara individual dalam tabung plastik berukuran diameter 5 cm dan tinggi 7 cm dengan pakan daun kedelai yang diperbalnrui setiap hari. Ulat yang mati karena SlNPV diperiksa di bawah mikroskop perbesaran 600 kali. Data yang dikampulkan adalah tingkat kematian ulat dan daya bertahan hidup ulat.

Pengaruh sumber pakan ulat grayak terhadap keefektifan SlNPV

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan sumber pakan ulat grayak, yaitu p1 = pakan buatan menurut metode Okada dan Arifin (1982), p2 = pakan buatan menurut metode Miyahara (1977), p3 = daun talas, dan p4 = daun kedelai. Tiap perlakuan diulang lima kali. Ulat grayak dibiakkan secara masal dengan sumber pakan yang berbeda, sesuai dengan perlakuan.
Tanaman kedelai ditanarn dalam pot dengan 3 batang/pot. Pada saat mencapai stadium pembungaan, tananam disemprot suspensi SlNPV dengan konsentrasi yang efektif menurut Percobaan 1 kemudian disungkup dengan kurungan plastik. Ulat instar III (generasi F1 dari lapang yang dibiakkan dengan daun kedelai) sebanyak 20 ekor dinfestasikan ke dalam tiap kurungan selama 48 jam. Setelah itu, ulat dipelihara secara individual dalam tabung plastik dengan pakan daun kedelai dan diperbaharui setiap hari. Ulat yang mati karena SlNPV diperiksa di bawah mikroskop. Data yang dikumpulkan adalah tingkat kematian ulat, periode infeksi (mulai ulat diinfeksi sampai mati), dan waktu kematian ulat.

Hasil dan Pembahasan

Data hasil percobaan tentang pengaruh SINPV pada berbagai konsentrasi terhadap kematian ulat grayak disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel tersebut tampak bahwa kematian ulat dipengaruhi oleh konsentrasi SlNPV. Kematian ulat meningkat dengan makin meningkatnya konsentrasi SlNPV. SlNPV dengan konsentrasi 1 x 108 dan 5 x 108 PlBs/ml dinyatakan efekif terhadap ulat grayak dengan tingkat kematian, masing-masing 84% dan 100%. Hasil ini sesuai dengan kriteria keefektifan suatu jenis insektisida yang berdaya bunuh 80% atau lebih (Mumford dan Norton, 1984).
Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa periode infeksi dipengaruhi oleh konsentrasi SlNPV. Periode infeksi memendek dengan makin meningkatnya konsentrasi SlNPV. SlNPV dengan konsentrasi 1 x 108 dan 5 x 108 PBs/ml memberikan periode infeksi sekitar 6 hari (Tabel 1 ).

Tabel 1.  Tingkat kematian dan periode infeksi ulat grayak pada berbagai konsentrasi SlNPV. Bogor, laboratorium, Oktober 1995

Hasil pengamatan harian tingkat kematian ulat pada berbagai konsentrasi SlNPV disajikan pada Gambar l. Pada Gambar tersebut tampak bahwa di antara kedua konsentrasi yang dinyatakan efektif (Tabel 1), konsentrasi 1 x 108 PlBs/ml cocok untuk perbanyakan SlNPV. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa pada konsentrasi tersebut, waktu kematian ulat lebih lambat, awal kematian ulat terjadi pada 4 hari setelah aplikasi (hsa) dan tingkat kematian ulat 80% terjadi pada 12 hsa. Selain itu, pada konsentrasi 1 x 108 PlBs/ml, periode infeksi ulat tidak terlalu pendek karena dengan periode infeksi pendek, itu berarti bahwa kematian ulat akan terjadi pada awal infeksi, saat ulat yang mati belum banyak mengandung polihedra. Menurut Okada (1977), produksi polihedra berkorelasi positif dengan umur ulat yang mati, semakin tua umur ulat yang mati, makin banyak polihedra yang diproduksi.

Gambar 1. Hasil pengamatan harian tingkat kematian ulat grayak pada berbagai konsentrasi SlNPV. Bogor, laboratorium, Oktober 1995

Data hasil percobaan tentang pengaruh SlNPV konsentrasi 1 x 108 PlB/ml terhadap kematian dan daya tahan hidup ulat yang dipelihara dengan berbagai jenis pakan disajikan pada Tabel 2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kematian ulat dan periode infeksi ulat pada konsentrasi SlNPV 1 x 108 PlBs/ml dipengaruhi oleh jenis pakan. Tingkat kematian ulat yang dipelihara dengan pakan buatan A (85%) dan yang tertinggi pada daun talas (91%). Berdasarkan tingkat kematian efektif lebih dari 80% (Mumford dan Norton, 1984), keernpat jenis pakan tersebut cocok untuk pemeliharaan ulat.
Periode infeksi ulat yang dipelihara dengan daun talas (6,3 hari) dan daun kedelai (6,4 hari) lebih singkat daripada dengan pakan buatan A (6,8 hari) dan pakan buatan B (6,7 hari). Berdasarkan data tersebut di atas, pakan buatan A dan pakan buatan B lebih cocok untuk pembiakan ulat yang akan digunakan untuk memproduksi SlNPV daripada daun talas dan daun kedelai. Alasannya, dengan periode infeksi ulat lebih tahan lama, produksi polihedra akan lebih banyak. Di samping itu, pemeliharaan ulat dengan pakan buatan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit dan waktu penanganan yang singkat sehingga biayanya murah.




























Tabel 2.  Pengaruh SlNPV konsentrasi 1 x 108 PlBs/ml terhadap tingkat kematian dan periode infeksi ulat grayak yang dipelihara dengan berbagai jenis pakan. Bogor, laboratorium, Oktober 1995.

Hasil pengamatan harian tingkat kematian ulat yang dipelihara dengan berbagai jenis pakan setelah diaplikasi SlNPV dengan konsentrasi 1 x 108 PlBs/ml disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar tersebut tampak bahwa pada keempat jenis pakan, awal kematian ulat terjadi pada waktu yang sama, yaitu 4 hsa, tetapi tingkat kematian ulat 80% terjadi pada waktu yang berlainan. Waktu kematian tercepat terjadi pada daun talas (12 hsa) kemudian diikuti oleh daun kedelai (13 hsa), dan yang paling lambat pada pakan buatan A dan pakan buatan B (14 hsa). Hasil pengamatan harian tersebut mempertegas bahwa pakan buatan A dan pakan buatan B cocok untuk perbanyakan SlNPV. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa dengan waktu kematian ulat lebih lambat akan dihasilkan polihedra lebih banyak.
Gambar 2.  Hasil pengamatan harian tingkat kematian ulat grayak yang dipelihara dengan berbagai jenis pakan setelah diinfeksi dengan SlNPV pada konsentrasi 1 x 108 PlBs/ml. Bogor, laboratorium, Oktober 1995.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pakan buatan A dan pakan buatan B cocok untuk pembiakan ulat grayak yang akan digunakan untuk memproduksi SlNPV.

Daftar Pustaka

Arifin, M., 1988. Pengaruh konsentrasi dan volume nuclear-polyhedrosis virus terhadap kematian ulat grayak kedelai (Spodoptera lirura F.). Penelitian Pertanian. 8(1): 12-14.
Endo, S., Sutrisno, I M. Samudra, A. Nugraha, J. Soejitno, and T. Okada. 1988. Insecticide susceptibility of Spodoptera litura F. collected from three locations in Indonesia. Seminar BORIF, 24 June 1988. 18 hal.
Maddox, J.V., I975. Use of diseases in pest management, p. 184-233. In: R.L. Metcalf and W.H. Luckmann (Eds). Introduction to Insect Pest Management. John Wiley & Sons, New York.
Miyahara, Y. 1977. Rearing method of Spodoptera litura by artificial diet. Ann. Report Kyushu Natl. Agric. Exp. Sta. 1976.
Mumford, J.D. and G.A Norton. 1984. Economics of decision making in pest management. Ann. Rev. Entomol. 29: 157-174.
Okada, M. 1977. Studies on the utilization and mass production of Spodoptera litura nuclear-polyhedrosis virus for control of the tobacco cutworm, Spodoptera litura. Rev. Pl. Protec. Res. 10: 102-128.
Okada, M. and M. Arifin. 1982. Comparative rearing test of the comon armyworm, Leucania sepata Walker on artificial diet and host plants, and pathognicity of LsNPV to the common armyworrn. Research Report of Japan lndonesia Joint Agricultural Research Project. pp.207-215.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar