Senin, 31 Januari 2011

43. Pengelolaan Hama Tanaman Pangan secara Alamiah


Arifin, M. dan A. Iqbal. 1993. Pengelolaan hama tanaman pangan secara alamiah, pp. 100-104. Dalam I. Manti et al. (Eds.). Pemantapan Penelitian Hama Tanaman Pangan. Risalah Lokakarya Penelitian Hama Tanaman Pangan Puslitbangtan dalam Rangka Mendukung Pembangunan Pertanian pada PJP II. Sukarami, 4-7 Maret 1993.


Muhammad Arifin dan Agus Iqbal
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor


PENDAHULUAN

Sistem pengendalian hama secara terpadu (PHT) telah ditetapkan sebagai dasar kebijakan dalam program pengendalian hama tanaman. Pelaksanaannya sudah mulai meluas melalui Supra lnsus.
Sampai saat ini, implementasi sistem PHT baru pada tarap pemantapan (Untung, 1992b), sehingga dapat dimaklumi bahwa penerapan sistem ini oleh petani belum memadai. Tujuan PHT antara lain meningkatkan pendapatan petani, memantapkan produktivitas tanaman, mempertahankan populasi hama pada taraf yang tidak merusak tanaman, dan mempertahankan stabilitas ekosistem pertanian.
Dalam sistem PHT, pengendalian hama tanaman berorientasi kepada stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi (Untung, 1992a). Hal ini berarti bahwa populasi hama diusahakan dalam keadaan dinamis dan berfluktuasi pada kondisi keseimbangan umum (general equilibrium position) dan pengendaliannya dilakukan berdasarkan ambang ekonomi. Dengan demikian, produktivitas tanaman dapat optlmal dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.
Pengertian stabilitas ekosistem umumnya dihubungkan dengan diversitas struktur trofi dalam ekosistem (Krebs, 1978) dan sifat aktual mata rantai trofi, terutama tanggapan spesies yang ada di tingkatan atas trofi terhadap peningkatan populasi spesies di tingkatan bawah trofi (Shouthwood dan Way, 1970).
Stabilitas ekosistem juga dipengaruhi oleh iklim. Apabila interaksi antar komponen-komponen ekosistem dikelola secara tepat, maka tidak tertutup kemungkinan terciptanya stabilitas ekosistem. Dengan demikian, eksplosi hama dapat dihindarkan.
Melalui makalah ini dibahas faktor yang berkaitan dengan penelitian biodiversitas dan interaksi komponen ekosistem pertanian tanaman pangan sebagai unsur dasar dalam pengelolaan hama secara alamiah.

BIODIVERSITAS EKOSISTEM

Pengertian tentang biodiversitas ekosistem umumnya dihubungkan dengan konsep keberanekaragaman (heterogenity) yang meliputi banyaknya spesies dalam ekosistem (species richness) dan keberlimpahan relatif (relative abundance) (Andrewartha dan Birch, 1984). Konsep ini didasarkan atas model Shannon-Wiener seperti yang disitir oleh Krebs (1978) dengan formula sebagai berikut:
          s
H = -  ∑   (pi) (log2 pi)
         i=1
s = banyaknya spesies dalam contoh (sample);
H = indeks diversitas yang menggambarkan diversitas spesies dalam ekosistem;
pi = proporsi dari total contoh yang dimiliki oleh spesies ke-i.
Berdasarkan model tersebut dapat dimengerti bahwa apabila jumlah spesies dalam suatu ekosistem sedikit maka diversitasnya rendah, demikian pula sebaliknva. Apabila dalam suatu ekosistem hanya terdapat spesies tunggal, maka keberlimpahan (banyaknya individu) spesiesnva bersifat maksimal. Kalau pada ekosistem yang jumlah spesiesnya terbesar maka keberlimpahannya minimal. Jadi, tingkat diversitas suatu ekosistem dicirikan oleh banyaknya spesies dalam ekosistem tersebut. Pada ekosistem yang diversitasnya tinggi, jumlah spesies yang dijumpai relatif banyak tetapi tingkat populasinyarendah.
Ekosistem pertanian tanaman pangan umumnya bersifat kurang stabil, sehingga perlu diberi masukan energi antara lain pestisida. Ketidakstabilan tersebut dicirikan oleh rendahnya biodiversitas dengan susunan jala makanan yang sederhana, sehingga populasi suatu jenis organisme khususnva herbivora berada dalam keadaan tidak seimbang, bahkan dapat mengalami eksplosi.
Biodiversitas ekosistem pertanian tanaman pangan dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi dengan cara mengelola ekosistem menuju kondisi yang menguntungkan spesies-spesies yang ada, terutama yang berstatus musuh alami. Misalnya dengan membatasi penggunaan pestisida, terutama yang berspektrum lebar. Dengan demikian, musuh alami yang terdapat dalam ekosistem besar peranannva dalam mengatur populasi hama yang kemudian akan berfluktuasi secara dinamik di sekitar kedudukan keseimbangan umum.

INTERAKSI KOMPONEN EKOSISTEM

lnteraksi antarspesies yang bersifat negatif dalam ekosistem dapat bertipe persaingan (competition) atau pemangsaan (predation) (Krebs, I978). Tipe persaingan terjadi apabila dua spesies atau lebih memiliki niche (peranan suatu spesies dalam komunitas) atau habitat (kisaran lingkungan suatu spesies) yang sama di dalam ekosistem. Tipe pemangsaan terjadi apabila individu suatu spesies memakan individu spesies lain. Termasuk ke dalam tipe pemangsaan antara lain herbivor, carnivor, parasitisme serangga, dan kanibalisme.
Kedua tipe interaksi tersebut di atas perlu dipahami untuk dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan hama secara alamiah di dalam ekosistem. Hal ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa pengelolaan ekosistem yang mengurangi spesies pesaing dan musuh alami dapat mengakibatkan terjadinya eksplosi hama (Risch, 1987).
Oleh karena intensitas bekerjanya berubah-ubah menurut kepadatan populasi hama, maka kedua tipe interaksi tersebut digolongkan ke dalam faktor kepadatan (density dependent factors). Ketika populasi hama meningkat, maka mortalitas yang disebabkan oleh bekerjanya kedua tipe interaksi semakin meningkat pula, dan demikian sebaliknva (Stehr, 1975).
Khusus mengenai interaksi pemangsaan, peranan interaksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan dan mengatur populasi hama secara alamiah maupun buatan. Pemanfaatan secara alamiah dapat dilakukan melalui konservasi dan peningkatan populasi musuh alami, antara lain dengan menerapkan teknik budidaya yang tepat dan menggunakan pestisida secara bijaksana berdasarkan kepadatan populasi hama. Pemanfaatan secara buatan dapat dilakukan melalui penglepasan (augmentation) musuh alami yang dibiakkan/diperbanyak di laboratonum, serta mengimpor dan mengkolonisasi musuh alami (Watson et al., 1976).
Penelitian tentang interaksi komponen ekosistem tampaknya kurang diminati, sehingga kurangnya informasi kuantitatif mengenai peranan hal tersebut dalam mengatur populasi hama. Tanpa disadari, sebagian petani telah menerapkannya, antara lain dengan tidak digunakannya pestisida dalam usahatani (Nishida dan Torii, 1970).

ARAH DAN STRATEGI PENELITIAN

Arah Penelitian

Mengacu kepada konsep PHT yang berorientasi stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi, penelitian biodiversitas dan interaksi komponen ekosistem tanaman pangan diarahkan kepada penemuan teknologi pengendalian hama yang berwawasan lingkungan dan dapat memberikan keuntungan maksimal. Dalam hal ini, pengendalian dan pengaturan populasi hama berlangsung secara alamiah.

Strategi Penelitian

Strategi yang digunakan untuk pemantapan biodiversitas dan pengelolaan interaksi ekosistem adalah:
1. Pemanfaatan teknik budidaya untuk menghambat perkembangan populasi hama.
2. Pengaturan pola tanam yang memungkinkan terciptanya lingkungan yang kurang menguntungkan bagi hama untuk bertahan hidup, tumbuh, dan bereproduksi.
3. Pemanfaatan agensia pengendalian alamiah yang bersifat density dependent.
4. Pengembangan metode analisis ekosistem untuk pengambilan kuputusan pengendalian hama.
5. Pembatasan penggunaan pestisida organik sintetik yang berspektnun lebar.

PROGRAM PENELITIAN

Berikut ini disusun program penelitian biodiversitas dan interaksi komponen ekosistem pertanian tanaman pangan yang mencakup:
1. Pengelolaan hama dengan memanfaatkan teknik budidaya, antara lain penanaman varietas tahan hama, penanaman tanaman perangkap, pengaturan jarak tanam, penggenangan, dan sanitasi.
2. Pengelolaan hama dengan mengatur pola tanam yang meliputi: pergiliran tanaman, penentuan waktu tanam, dan tanam serentak.
3. Pengelolaan hama dengan memanfaatkan peranan musuh alami.
4. Pengembangan metode analisis ekosistem untuk pengambilan keputusan pengendalian berdasarkan informasi tentang keberadaan dan peranan komponen ekosistem, serta informasi ekonomi yang meliputi biaya pengelolaan ekosistem dan harga komoditas.
5. Dampak penggunaan pestisida, terutama pestisida organik sintetik berspektrum lebar, terhadap biodiversitas dan interaksi komponen ekosistem pertanian tanaman pangan.

DAFTAR BACAAN

Andrewartha, H.G. and L.C. Birch. 198t. The ecological web. The University of Chicago Press, Chicago and London.
Krebs, C.J. 1978. Ecology: The experimental analysis of distribution and abundance. 2nd ed. Harper International Edition, New York.
Nishida, T. and T. Torii. 1970. A handbook of field methods for research on rice stemborers and their natural enemies. IBP Handbook No. 14. Burgess and Son (Abingdon) Ltd., Berkshire.
Risch, S.J. 1987. Agricultural ecology and insect outbreaks. In D. Barbara and J.C. Schlutlz (Eds.). Insect Outbreaks. Academic Press Inc., New York.
Southwood, T.R.E. and M.J. Way. 1970. Ecological background to pest management. In R.L. Rabb and F.E. Guthrie (Eds.). Concept of Pest Management. North Caroline State University, Releigh, North Caroline.
Stehr, F.W. 1975. Parasitoids and predators in pest management, pp. 147-88. In R.L. Metcalf and W.H. Luckmann (Eds.). Introduction to Insect Pest Management. John Wiley & Sons, New York.
Untung, K. 1991a. Penelitian dan pengembangan program pengendalian hama terpadu di Indonesia. Kongres Entomologi IV di Yogyakarta, 28-30 Januari 1992.
Untung, K. 1991b. Konsep dan strategi pengendalian hama terpadu. Simposium Penerapan PHT. PEI Cabang Bandung. Sukamandi, 3-4 September 1992.
Watson, T.F., L. Moore, and G.W. Ware. 1976. Practical insect pest management: A self-instruction manual. W.H. Freeman and Company, San Francisco.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar