Supriadi, H. dan M. Arifin. 1993. Sistem Penyampaian Hasil Penelitian dan Umpan Baliknya
di Jawa Barat: Kasus Kabupaten Subang, pp. 151-161. Dalam M. Syam et al. (eds.). Risalah Pertemuan Sistem Penyampaian Hasil Penelitian dan Umpan Baliknya. Lembang, 13-14 Juli 1993. Badan Litbang Pertanian, DeptLitbang Pertanian, Deptan.
Herman Supriadi dan Muhammad Arifin
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
RINGKASAN
Studi identifikasi sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya di Kabupaten Subang telah dilakukan dalam bulan Desember 1992. Metode Pemahamam dalam Waktu Singkat (Rapid appraisal) digunakan dalam studi ini. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Sukamandi telah menyampaikan informasi hasil-hasil penelitiannya kepada pengguna (Dinas terkait dan penyuluh) terutama dalam bentuk publikasi ilmiah. Informasi teknis biasanya dikaitkan dalam pelaksanaan temu lapang atau pertemuan-pertemuan teknis. Penelitian di lahan petani (on-farm research) merupakan media yang ideal bagi penyampaian hasil penelitian dan mendapatkan umpan balik secara langsung dari petani, serta pernbinaan keterkaitan peneliti-penyuluh-petani dalam skala terbatas. Peranan BIP yang diharapkan dapat menyebarkan banyak materi penyuluhan sampai ke tingkat kabupaten, baru mampu menerbitkan dalam bentuk lembaran yang diberi nama Lembaran Informasi Pertanian (LIPTAN) yang menurut beberapa kalangan pengguna dirasa belum memadai informasinya. Informasi hasil penelitian yangditerima oleh pengguna di wilayah Subang lebih banyak dari Balittan Sukamandi. Kerja sama peneliti-penyuluh dalam pengujian baru dalam tingkat keterlibatan, belum dalam arti saling menunjang dan saling membutuhkan untuk suatu tujuan tertentu. Perencanaan penelitian selama ini lebih berorientasi pada arahan pusat dan belum banyak memperhatikan umpan balik. Makanisme umpan balik dari penggun ke lembaga penelitian belum efektif karena mengikuti jalur-jalur struktural yang cukup panjang. Penyuluh belum berperan seperti yang diharapkan karena kurangnya fasilitas (terutama untuk pengujian teknologi), kemampuan, dan status keberadaannya yang kadang berubah dan kurang jelas. Dukungan Pemerintah Daerah terhadap penyebarluasan hasil penelitian cukup baik, misalnya tentang pendanaan. Akan tetapi dukungan itu belum termanfaatkan karena lemahnya perencanaan dan koordinasi antarlembaga serta kurangnya kepedulian peneliti dan penyuluh dalam melihat permasalahan daerah. Beberapa alternatif perbaikan sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya antara lain: (1) Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitiannya agar melibatkan permasalahan spesifik lokasi dalam perencanaan penelitian; (2) media penyampaian hasil penelitian yang cukup efektif seperti temu lapang, on-farm research, temu tugas/aplikasi, seminar, pelatihan, kunjungan kerja, dan publikasi teknis agar ditingkatkan kualitas, kuantitas, dan distribusinya. Begitu juga halnya pemanfatn media massa seperti televisi, radio, dan surat kabar; (3) tugas fungsional penyuluh, baik yang sarjana (PPS) maupun nonsarjana (PPL), agar ditingkatkan dan tergabung dalam kelompok fungsiona, baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kecamaan (BPP); (4) pembinaan kelompok tani untuk dapat mandiri dan tanggap terhadap perkembangan teknologi dan pembangunan pertanian perlu ditingkatkan guna mempercepat proses alih teknologi; (5) umpan balik hasil penelitian dari pengguna ke pihak penelitian perlu dikelola dengan baik untuk dapat dimanfaatkan dalam penyusunan program penelitian spesifik lokasi.
PENDAHULUAN
Kecuali menghasilkan teknologi, Badan Litbang Pertanian juga bertanggung jawab dalam penyampaian teknologi tersebut kepada berbagai khalayak pengguna (penyuluh, penentu kebijakan, ilmuwan dan petani) baik tingkat pusat maupun daerah. Kabupaten Subang yang merupakan salah satu kawasan yang dekat dengan Badan Litbang Pertanian, dalam hal ini Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Sukamandi dan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Balitkanwar), sudah merasakan manfaat teknologi hasil penelitian.
Hasil penelitian Badan Litbang Pertanian sebetulnya sudah disebarluaskan kepada pengguna dalam berbagai bentuk dan cara. Umumnya, hasil penelitian itu dikemas dan disampaikan dalam bentuk publikasi, terutama kepada instansi terkait seperti perguruan tinggi, Kanwil Pertanian, BIP dan Dinas Tk I. Walaupun publikasi hasil penelitian tidak banyak terdistribusi ke tingkat kabupaten, tetapi diharapkan instansi terkait di tingkat provinsi dapat menginformasikannya lebih lanjut ke tingkat kabupaten setelah diolah menjadi materi penyuluhan yang mudah dipahami khalayak pengguna.
Permasalahan yang muncul adalah: publikasi hasil penelitian tersebut belum sepenuhnya sampai kepada pengguna. Kalaupun sampai, belum tentu dapat segera diadopsi. Sementara itu, pengguna hasil penelitian (petani dan penyuluh) merasa telah menyampaikan banyak umpan balik melalui pertemuan dan laporan, seperti temu lapang, temu tugas, pelatihan, penyuluhan, dan lain-lain. Tetapi, lembaga penelitian merasa kurang mendapatkan umpan balik yang diharapkan untuk dapat dijadikan masukan dalam penyusunan program penelitian.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka harapan-harapan yang belum terwujudkan dan kemungkinan adanya peluang perbaikan, perlu dievaluasi sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya yang sudah berjalan selama ini.
TUJUAN DAN KELUARAN YANG DIHARAPKAN
Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan melihat alternatif perbaikan sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya. Sedangkan keluaran yang diharapkan ialah: teridentifikasinya potensi, kendala dan peluang sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya dan diperolehnya alternatif perbaikan sistem.
PROSEDUR KEGIATAN
Studi identifikasi sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya dilakukan di Kabupaten subang pada bulan Desember 1992 menggunakan metode Pemahaman dalam Waktu Singkat (Rapid Appraisal). Metode ini dirancang untuk mendapatkan informasi dalam waktu yang relatif singkat dengan dana yang terbatas (Gibbs 1985, Kepas 1988).
Tahap awal kegiatan adalah menginventarisasi data sekunder tentang potensi dan permasalahan wilayah studi. Berdasarkan data sekunder, permasalahan umum, sasaran pengguna dan kelembagaan terkait, disusun kata-kata kunci sebagai pedoman dalam wawancara dengan pihak berkepentingan. Pihak-pihak yang diwawancarai meliputi:
1. Pembuat kebijakan, antara lain Ketua Bappeda Subang, Kepala Dinas pertanian dan Kepala Balittan Sukamandi.
2. Petugas penyuluh di tingkat provinsi, kabupaten dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).
3. Peneliti Balittan Sukamandi.
4. Kelompok tani di kecamatan Binong.
Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif yang digunakan sebagai bahan diskusi dengan anggota tim studi, dan dikonfirmasikan dengan aparat daerah untuk memutuskan temuan dan alternatif perbaikan sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya.
KERAGAAN PERTANIAN DI KABUPATEN SUBANG
Pada tahun 1992, kabupaten Subang berhasil melaksanakan program Supra Insus sehingga dalam lomba tingkat nasional ditetapkan sebagai Juara I. Pada tahun yang sama, kabupaten ini juga terpilih sebagai salah satu pilot proyek Supra Insus tingkat nasional.
Keberhasilan tersebut disebabkan oleh sebagian besar petani telah menguasai teknik budi daya dengan baik. Di samping kondlsi alam yang menunjang. Subang merupakan daerah sentra produksi padi nasional.
Menurut sejumlah pembuat kebijakan, keberhasiian itu dinilai belum optimal karena masih terdapat kendala sosial ekonomi, terutama yang berhubungan dengan pengorganisasian kelompok tani dan P3A (mitra cai) serta terbatasnya operasionalisasi aparat penyuluhan karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani. Oleh karena itu, kelembagaan tersebut perlu dibina, terutama dalam hal motivasi, kemandirian dan pelayanan.
SISTEM PENYAMPAIAN HASIL PENELITIAN DAN UMPAN BALIKNYA
Perencanaan Penelitian
Sejauh ini, perencanaan penelitian Balittan Sukamandi dan Balitkanwar serta unit kerja penelitan lain di lingkup Badan Litbang Pertanian yang melakukan penelitian di wilayah Subang, umumnya berdasarkan arahan dari "atas" atau Pusat. Hal ini disebabkan oleh mandat penelitian masing-masing yang bersifat nasional. Beberapa penelitian memang sudah mengarah kepada kebutuhan spesifik iokasi, seperti penelitian mina-padi. Akan tetapi, dalam perencanaannya, pihak pengguna teknologi (penentu kebijakan dan penyuluh) belum terlihat.
Pengujian Teknologi
Untuk lebih mengadaptasikan teknologi rekomendasi pusat agar sesuai dengan kondisi setempat, Dinas Tingkat II melakukan pengujian. Biasanya penyuluh terlibat langsung dalam pengujian tersebut. Tetapi karena terbatasnya dana, pelaksanaan pengujian relatif kurang sempurna.
Penerapan Teknologi Anjuran
Teknologi rekomendasi yang diterima di daerah bersifat instruktif dari atas. Bagaimana proses penemuannya tidak diketahui karena aparat daerah tidak dilibatkan dalam penemuan teknologi tersebut. PPS menginginkan adanya rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan daerah setempat (regional).
Kesulitan memahami informasi hasil penelitian maupun rekomendasi dialami PPS di Subang karena kurang jelas tahap-tahap pengaplikasiannya. Penggunaan urea tablet, misalnya, yang seharusnya dapat meningkatkan produktivitas padi, kenyataannya tidak jelas keuntungan komparatifnya dibanding urea biasa, dilihat dari efisiensi dan nilai ekonominya.
Petani pada umumnya responsif terhadap teknologi yang dianjurkan selama menguntungkan dan mudah diaplikasikan. Sebagai contoh adalah teknologi Minapadi (padi-ikan) dan Parlabek (padi-ikan-itik = pare, lauk, bebek). Sebagian petani telah menerapkan teknologi tersebut karena terasa memberi nilai tambah. Sebagian lagi sulit menerimanya karena belum merasakan keuntungannya. Hal ini berkaitan dengan tepat tidaknya pengaplikasian teknologi. Bahkan, kekurangjelasan informasi yang diterima dari penyuluhan bisa saja membuat petani kurang tanggap terhadap teknologi itu.
Beberapa kendala dalam penerapan teknologi di Subang antara lain:
1. Keterbatasan fasilitas penyuluhan.
a. Dana untuk pertemuan, pengujian lapang dan penelusuran informasi yang diterima dari Pemda tidak memadai;
b. Kurangnya publikasi semi-ilmiah atau petunjuk praktis yang implementatif;
c. Alat bantu penyuluhan seperti slide dan film proyektor, kamera, dan lain-lain tidak memadai; dan
d. Dengan menginduknya penyuluhan ke jajaran Pemda, tugas penyuluh menjadi berat. Tugas PPL bertambah karena harus menangani banyak desa. Selain itu, kegiatan penyuluhan bersifat parsial karena penyuluh dikelompokkan menurut bidang pertanian.
2. Keterbatasan penyuluh dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karena pelatihan yang diselenggarakan Badan Diklat Pertanian hanya setahun sekali dengan narasumber (dari widiaswara) yang terbatas pula.
3. Kesulitan memotivasi petani dan mengorganisasikan kelompok tani untuk berpartisipasi dalam program penyuluhan.
Dukungan Pemda dalam mendorong penerapan teknologi hasil penelitian di wilayah Subang antara lain terlihat dari:
a. Penyelenggaraan pelatihan teknis untuk para penyuluh setahun sekali;
b. Pelatihan teknis untuk para camat tentang Supra Insus;
c. Penyediaan dana untuk mendapatkan rekomendasi daerah;
d. Penyelenggaraan lomba uji penggunaan pupuk urea tablet, TSP, dan Zn;
e. Pemberian kesempatan kepada penyuluh mengikuti pertemuan ilmiah (temu lapang dan seminar), dan menjadi narasumber dalam kunjungan-kunjungan tamu.
Selain menambah pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, kegiatan tersebut juga merupakan kredit poin bagi penyuluh yang terlibat.
Penyebarluasan Teknologi
Hasil penelitan Badan Litbang Pertanian dan UPT-nya antara lain disebarluaskan melalui publikasi. Pembuat kebijakan di Subang belum pernah menerima publikasi tersebut. PPS mendapatkannya tetapi tidak sinambung dan yang terakhir diterima tahun 1989.
Selama ini, informasi hasil penelitian yang masuk ke daerah Subang diinformasikan kembali melalui:
1. Sistem LAKU. Cara ini dipandang tidak efektif sehingga tidak dapat berlanjut.
2. Siaran Pedesaan. Kurang diminati karena petani lebih menyukai acara hiburan.
3. Kursus/pelatihan. Kurang efektif karena tidak ada pemantauan terhadap implementasinya, sehingga tidak diketahui apakah hasil penelitian tersebut sudah atau belum dipraktekkan.
4. Rapat dinas. Cara ini efektif karena terkesan adanya wibawa birokratis berupa instruksi atasan kepada bawahan.
Agar informasi hasil penelitian mudah disebarluaskan, pembuat kebijakan daerah menyarankan hal-hal berikut:
1. Informasi hasil penelitian yang disebarluaskan hendaknya yang betul-betul dibutuhkan oleh petani.
2. Informasi yang disajikan dalam bentuk publikasi, agar dibuat menarik dengan bahasa yang sederhana, bukan bahasa penelitian yang sulit dimengerti khalayak.
3. Informasi yang berupa bahan/alat harus dilengkapi dengan karakteristiknya dan disesuaikan dengan keadaan petani. Urea tablet, misalnya, selain karakteristik, perlu pula disertakan peranannya dalam meningkatkan produksi dan cara aplikasinya. Hal ini tentu saja dikaitkan dengan nilai ekonomis yang dibandingkan dengan penggunaan urea biasa.
4. Informasi juga perlu disampaikan ke Pemda (Bupati) secara formal (tertulis) karena akan memudahkan penyebarluasannya melalui instruksi lewat rapat dinas yang dikoordinasi oleh Bappeda.
5. Informasi hasil penelitian perlu dipraktekkan (di lapang). Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian dapat langsung diketahui manfaatnya yang diharapkan dapat merangsang petani untuk mengadopsi.
Selain itu, menurut PPS, hasil penelitian dan teknologi rekomendasi dapat disampaikan melalui:
1. Instruksi dari eselon atas ke eselon di bawahnya (bertingkat).
2. Temu lapang yang dihadiri oleh pembuat kebijakan, peneliti, penyuluh dan kontak tani (petani).
3. Seminar yang subyeknya adalah komoditas/sistem usahatani yang diprioritaskan.
4. On-farm research yang dilakukan atas kerja sama peneliti, penyuluh, petani dan pihak terkait lainnya.
5. Kepala Desa dengan memanfaatkan lima jurusnya: menjadwal, hadir, mencatat, memanggil, dan memberi.
Hubungan Kerja Sama Peneliti dan Penyuluh
Kerja sama penelitian antara peneliti dan penyuluh tidak pernah dilakukan. Kerja sama penyuluh dengan pihak swasta terbatas pada pengujian produk pestisida dalam rangka mendapatkan rekomendasi layak pasar dari Komisi Pestisida.
Keterlibatan peneliti dalam penyusunan program daerah tidak ada karena memang belum dilibatkan. Penyuluh responsif terhadap kegiatan bersama peneliti dan peiryuluh, misalnya dalam acara temu lapang, on-farm research guna mendapatkan rekomendasi spesifik lokasi, dan seminar tentang pemecahan permasalahan lapang. Kegiatan bersama semacam itu diharapkan dapat diselenggarakan secara rutin oleh pihak penelitian mengingat dananya tidak tersedia bagi penyuluh. Dalam pembuatan materi penyuluhan, belum pernah ada kerja sama antara penyuluh dan peneliti.
Persepsi terhadap Penelitian/Penyuluhan
Faktor yang menunjang keberhasilan kabupaten Subang dalam program Supra Insus, antara lain karena diterapkannya rekomendasi yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan di pusat, dan diaplikasikannya hasil penelitian, terutama yang berasal dari Balittan Sukamandi.
Dari hasil wawancara dengan pembuat kebijakan setempat, terkesan bahwa kegiatan penelitian yang dibutuhkan di daerah Subang adalah yang berkaitan dengan rekayasa sosial, misalnya:
1. Bagaimana memotivasi petani dalam berusahatani.
2. Bagaimana supaya rekomendasi dan hasil penelitian diadopsi petani mengingat tidak semua petani yang berstatus pemilik lahan. Bahkan, sebagian besar petani berstatus buruh tani yang dalam hal ini kurang berperan dalam menentukan keputusan tentang usahatani.
3. Bagaimana caranya agar 10 Jurus Teknologi Supra Insus dapat teraplikasi secara mantap oleh petani.
Penyampaian hasil penelitian oleh penyuluh dirasakan belum optimal karena sebagian petani keberatan mengadopsi teknologi yang kurang mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, dan kondisi petani.
Publikasi ilmiah oleh unit-unit kerja Badan Litbang Pertanian umumnya kurang disukai PPS, padahal publikasi itu beiisi informasi yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan uji terap hasil penelitian sebelum direkomendasikan atau disebarluaskan ke PPL.
Kegiatan penyuluhan tampaknya belum terkait sepenuhnya dengan penelitian karena kurang eratnya hubungan antara keduanya. Di satu pihak peneliti kurang melihat permasalahan aktual di tingkat petani dan belum banyak memberikan informasi teknis yang mudah diapliliasikan. Di lain pihak, penyuluh tidak memberikan umpan balik/masukan ke peneliti tentang permasalahan di lapang dan kurangnya minat untuk menelusuri dan membaca publikasi hasil penelitian karena dianggap terlalu berat dan tidak dapat menjawab permasalahan petani.
Pada umumnya, penyuluh menginginkan keterlibatannya dalam penelitian. Selain mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman, keterlibatan itu juga akan memberi kredit poin bagi jabatan fungsional mereka. Sejauh ini, peluang untuk itu belum ada.
Umpan Balik
Pemda belum pernah memberikan umpan balik hasil penelitian kepada pihak penelitian karena tidak adanya informasi formal dari pihak penelitian. Umpan balik hanya diberikan apabila peneliti melakukan on-farm research yang kebetulan aparat Pemda ikut diundang pada acara temu lapang di lokasi on-farm tersebut. Umpan balik terhadap teknologi rekomendasi disampaikan ke pusat lewat Dinas dan Kanwil, sedangkan umpan balik hasil penelitian masih terabaikan. Secara formal, PPS belum pernah menghubungi peneliti untuk mendapatkan informasi hasil penelitian, baik langsung maupun tertulis.
Karena umpan balik dari pengguna hasil penelitian boleh dikatakan tidak ada, maka peneliti tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam merencanakan penelitian yang sesuai dengan kebutuhan daerah setempat.
Sehubungan dengan itu, penelitian hanya disusun berdasarkan:
1. Program berjenjang: tingkat nasional - tingkat Puslit - tingkat Balai.
2. Arahan dari kepala Puslit/Puslitbang dan Balai.
3. Isu yang tengah berkembang, baik secara nasional maupun regional.
POTENSI, TANTANGAN DAN PELUANG
Potensi
Kabupaten Subang terletak di kawasan pantai utara Jawa yang transportasi dan hubungan komunikasinya dengan Pusat dan Daerah sekitarnya sangat lancar. Lembaga penelitian yang ada di daerah ini seperti Balittan Sukamandi dan Balitkanwar dapat mendukung pembangunan pertanian karena penelitiannya didominasi oleh komoditas padi sawah dan perikanan. Di samping iiu, Subang relatif dekat dengan Puslit/Puslitbang yang berkedudukan di Bogor dan Jakarta. Perguruan tinggi, seperti IPB dan UI mudah dihubungi dan dapat dimnta sebagai sumber informasi/teknologi pertanian.
Kondisi ekosistem yang menunjang usahatani padi dan tingginya partisipasi petani/kelompok tani menjadikan Subang sebagai salah satu gudang beras di Jawa Barat. Konsekuensinya, kebutuhan terhadap teknologi terus meningkat.
Tantangan
Meningkatnya jumlah penduduk, bergesernya fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian, dan munculnya persaingan usaha bidang pertanian dengan bidang lain merupakan tantangan dalam penyampaian informasi hasil penelitian pertanian. Sementara itu, mandat Balai Penelitian yang bersifat nasional tidak dapat sepenuhnya mendukung pembangunan pertanian daerah yang spesifik lokasi.
Peran serta aparat antarinstansi yang terlibat dalam penyampaian hasil penelitian masih kurang karena adanya berbagai keterbatasan seperti dana, tenaga, status, dan dukungan kebijakan.
Peluang
Pembangunan pertanian di kabupaten Subang masih dapat ditingkatkan ditinjau dari agroekosistem, partisipasi petani, serta dukungan kebijakan dan ketersediaan teknologi hasil penelitian. Penyebarluasan hasil penelitrirn vung tepat waktu, tepat guna, dan mengikuti. perkembangan pembangunan pertanian dirasa merupakan peluang yang perlu diimplementasikan.
Selama ini, informasi teknologi hasil penelitian masih dirasa kurang merata. Di lain pihak, penyuluh dan Dinas terkait maupun kelompok tani sudah merasa kekurangan informasi. Peningkatan hubungan kerja sama peneriti – penyuluh – pembuat kebijakan dan petani, memberi peluang dalam penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya.
Bappeda yang mempunyai wewenang dalam hal perencanaan pembangunan daerah perlu banyak dilibatkan dalam penyampaian hasil penelitian ataupun dalam menyusun rencana penelitian yang spesifik lokasi.
ALTERNATIF PERBAIKAN SISTEM
Berdasarkan identifikasi, evaluasi dan konfirmasi dengan pengguna hasil penelitian maka dapat disusun beberapa alternatif perbaikan sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya di kabupaten Subang:
1. Penyusunan rencana dan pengembangan hasil penelitian, hendaknya melibatkan berbagai pihak terkait di daerah.
2. Pengujian teknologi hasil penelitian seyogyanya dilakukan oleh kelompok penyuluh bekerja sama dengan peneliti terkait, Dinas dan kelompok tani.
3. Balai dan Subbalai Penelitian yang ada di daerah diharapkan tidak hanya melakukan kegiatan penelitian menurut mandat nasional, tetapi juga memperhatikan kebutuhan spesifik lokasi. Publikasi yang diterbitkan hendaknya berisikan petunjuk teknis. Institusi dan pihak terkait perlu diikutsertakan dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh Balai Penelitian.
4. Dana dan dukungan Pemerintah Daerah (Bappeda) agar dimanfaatkan oleh peneliti ataupun institusi terkait lainnya dalam melakukan penelitian dan pengujian.
5. Peningkatan peran, fungsi dan status penyuluh dalam kelompok fungsional diperlukan untuk kelancaran penyampaian teknologi hasil penelitian kepada khalayak pengguna, dalam hal ini petani.
6. Keterkaitan peneliti – penyuluh – pembuat kebijakan dan petani perlu dibina terus untuk memperlancar penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya.
KESIMPULAN
1. Kabupaten Subang mempunyai potensi dan berpeluang besar dalam penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya.
2. Dewasa ini, sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya di Subang belum sempurna dilihat dari berbagai aspek, mulai dari aspek perencanaan penelitian, penerapan teknologi, sampai aspek umpan balik.
3. Tantangan yang dihadapi dalam penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya terutama terlihat pada aspek keamanan dan rendahnya kesadaran dari semua pihak (peneliti, penyuluh, pembuat kebijakan, kelompok tani dan swasta).
4. Penyuluh yang ada di kabupetan (Dinas) maupun kecamatan (BPP) perlu dihimpun dalam kelompok fungsional penyuluhan yang mandiri dan diberi tugas pokok untuk melaksanakan pengujian teknologi spesifik lokasi dan penyuluhan.
5. Tugas pokok Dinas Tingkat II kiranya lebih sesuai untuk pengembangan/penerapan teknologi, tetapi perlu juga terlihat dalam penyusunan rencana penelitian, pengujian, penyuluhan, penghimpunan dan penyampaian umpan balik dari lapang.
SARAN
1. Setiap Surat Keputusan yang berhubungan dengan pengaturan penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya sebaiknya dijabarkan lebih rinci dengan juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) sehingga aparat pemda kabupatan dan instansi terkaitnya dapat melaksanakan sebaik-baiknya.
2. Hasil-hasil penelitian hendaknya disampaikan dalam bentuk yang mudah diterima dan dimengerti pengguna (teknis) dan kontribusinya diperiuas.
3. Pembinaan kelompok tani tidak hanya soal teknis tetapi juga kemandirian kelompok dalam mendapatkan informasi teknologi dan pengembangan usaha pertanian.
4. Media komunikasi yang ada agar lebih dimanfaatkan untuk penyampaian informasi teknologi, baik oleh peneliti, pembuat kebijakan, maupun penyuluh.
DAFTAR PUSTAKA
Gibbs, C. 1985. Rapid rural appraisal. An overview of concepts and application. Paper Presented in the lnternational Conference on Rapid Rural Appraisal. September, 2-5, 1985. Khonkaen, Thailand.
Kepas. 1988. Pendekatan agro-ekosistem pada pola pertanian dalam lahan kering. Hasil Penelitian di Empat Zone Agroekosistem Jawa Timur. Badan Litbang Pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar