Arifin, M., A. Gunawan, Gunarto, dan Arif Musaddad. 1993. Sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya di Nusatenggara Barat, pp. 129-14, pp. 129-149. Dalam M. Syam et al. (Eds.). Risalah Pertemuan Sistem Penyampaian Hasil Penelitian dan Umpan Baliknya. Lembang, 13-14 Juli 1993. Badan Litbang Pertanian, Deptan.
Muhammad Arifin1, Agus Gunawan2, Gunarto3, dan Arif Musaddad1
1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
2 Pusat Penelitian clan Pengembangan Peternakan
3 Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian
RINGKASAN
Suatu penelitian survei untuk tujuan identifikasi dan evaluasi sistem penyarnpaian hasil penelitian dan umpan baliknya telah dilakukan di NTB menggunakan metode Pemahaman dalam Waktu Singkat (PWS) pada tiga lokasi contoh, yaitu ibukota provinsi NTB, Kabupaten Lombok Barat, dan Lombok Timur. Responden yang diwawancarai adalah peneliti, penyuluh, dan penentu kebijakan di daerah setempat. Hasil survei menunjukkan bahwa hasil penelitian Badan Litbang Pertanian belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh pengguna. Hal itu disebabkan oleh lemahnya keterkaitan antara peneliti dengan penyuluh, program penelitian dan penyuluhan tidak selaras, dan umpan balik hasil penelitian tidak tersalurkan. Selain itu terlihat bahwa kegiatan pengujian, perakitan, dan pengembangan hasil penelitian spesifik lokasi belum terlaksana dengan baik meskipun Pemda telah memberikan dukungan. Hal ini terjadi antara lain karena tidak jelasnya mekanisme keterlibatan peneliti dan terbatasnya waktu dan pengalarnan petugas penyuluhan di lapang. Oleh karena itu, perlu dievaluasi sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya yang sudah berjalan, antara lain dengan mengembangkan fungsi BIP, terutama menangani pengujian, perakitan, dan pengembangan teknologi spesifik lokasi, serta melembagakan forum komunikasi antara peneliti, penyuluh, dan penentu kebijakan di tingkat pusat dan daerah.
PENDAHULUAN
Penelitian dikatakan berhasil apabila hasilnya dapat digunakan dan memberikan manfaat bagi pengguna. Oleh karena itu, teknologi yang dihasilkan dari penelitian, secara teknis mudah diterapkan, secara ekonomis menguntungkan, secara sosial diterima masyarakat, dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Penerapannya tidak hanya berdampak positif terhadap peningkatan produksi, tetapi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pada dasarnya, hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian dapat dipilah jadi tiga kategori, yakni (1) yang dapat digunakan sebagai bahan penyusunan paket teknologi, (2) yang dapat digunakan sebagai bahan penyusunan paket kebijaksanaan, dan (3) sebagai bahan informasi untuk pengembangan ilmu dan teknologi (Anonimous 1990). Hasil-hasil penelitian tersebut disampaikan kepada berbagai pengguna melalui percontohan, seperti demonstration plot dan demonstration farm, melaiui pertemuan dengan pengguna, serta melalui media cetak dan elektronika (Manurung 1992). Aktivitas tersebut dimaksudkan untuk merintis dan memecahkan kendala usahatani di lapang (Tjitropranoto 1989).
Meskipun hasil penelitian Badan Litbang Pertanian telah disampaikan kepada pengguna, namun masih dirasakan adanya senjang informasi antara Badan Litbang Pertanian sebagai sumber teknologi dengan penggunanya. Hal tersebut ditunjukkan oleh isu yang berkembang, di mana informasi hasil penelitian belum sepenuhnya sampai kepada pengguna. Informasi yang sudah diterima pun belum diadopsi secara utuh. Adakalanya, teknologi yang telah diadopsi tidak berkembang karena terbatasnya kemampuan, kondisi sosial ekonomi, clan pengetahuan petani, serta kebijaksanaan dan tindakan operasional yang diterapkan (Manwan dan Adnyana 1991). Indikator lain yang membuktikan kesenjangan informasi tersebut adalah masih adanya senjang hasil panen antara tingkat peneliti dengan tingkat petani (Syam 1992).
TUJUAN PENELITIAN DAN KELUARAN YANG DIHARAPKAN
Untuk menjembatani senjang informasi, dilakukan survei di Nusatenggara Barat (NTB) dengan tujuan: rnelihat keragaan sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya; dan identifikasi potensi, kendala, dan peluang pengembangan sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya di NTB. Sedangkan keluaran yang diharapkan adalah alternatif penyempurnaan sistem.
PROSEDUR KEGIATAN
Survei dilakukan bulan Januari 1993 pada tiga lokasi contoh, yakni (1) ibukota provinsi NTB, (2) kabupaten Lombok Barat dan (3) kabupaten Lorntrok Timur. Metode yang digunakan adalah Pemahaman dalam Waktu Singkat (PWS). Metode ini dianggap tepat untuk mengidentifikasi masalah dalarn waktu terbatas sebelum dilakukan penelitian yang mendalam.
Penelitian diawali dengan mempelajari status hubungan kerja, tugas, fungsi dan wewenang dari lembaga penelitian dan penyuluhan yang ada untuk mendapatkan gambaran umum tentang sistem penyampaian hasil penelitian yang baku. Bahan yang digunakan dalam studi ini antara lain (a) Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian (Mentan) No. 439/Kpts/OT.210/6/1989 tentang Tata Hubungan Fungsi Penelitian dan Penyuluhan, (b) SK Mentan No. 58/Kpts/LT.110/2/1991 tentang Koordinasi Penyuluhan Pertanian, (c) SK Mentan No. 26/Kpts/OT.210/1/92 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Informasi Pertanian, (d) SK Mentan No. 186/Kpts/KP.150/3/1989 tentang Komisi Penelitian Pertanian, dan (e) SK Bersama Menteri Dalam Negeri No. 65 tahun 1991 dan Mentan No.539/Kpts/LP/120/1991.
Langkah kedua adalah mengidentifikasi sistem penyampaian hasil penelitian di lokasi sampel. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara semi struktur dengan topik yang meliputi (a) perencanaan penelitian, (b) penyampaian informasi, (c) kerjasama penelitian dan penyuluhan, (d) faktor pendukung, (e) peranan Pemda, (f) penerapan teknologi, dan (g) mekanisme penyampaian umpan balik hasil penelitian. Responden terdiri dari:
1. Peneliti/Pemimpin Proyek Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nusatenggara (P3NT) Subbase Sandubaya, Lombok Timur.
2. Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Pertanian dan Penyuluh Pertanian Sarjana (PPS) Provinsi NTB.
3. Kepala Dinas dan PPS Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan Provinsi NTB.
4. Ketua Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB.
5. Kepala Balai Informasi Pertanian (BIP) dan PPS Provinsi NTB.
6. Kepala Dinas Pertanian Tanaman pangan, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan Kabupaten Lornbok Barat dan Lombok Timur.
7. Penyuluh Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Barat.
Langkah ketiga adalah mengevaluasi sistem yang sedang berjalan untuk melihat potensi, kendala dan peluang penerapan sistem. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode diskriptif berdasarkan analisis perbandingan sistem yang sedang berjalan dan yang baku. Langkah terakhir adalah menyusun alternatif penyempurnaan sistem dengan mengacu kepada hasil survei, beberapa SK/kebijakan pemerintah, bahan pustaka yang berkaitan dengan sistem, dan penalaran peneliti (personal judgement).
KEBIJAKSANAAN SISTEM PENYAMPAIAN HASIL PENELITIAN
Perencanaan Penelitian
Dalam upaya menghasilkan teknologi pertanian, Badan Litbang Pertanian bersama Direktorat Jendral (Ditjen)/Unit Eselon I lingkup Deptan, Pemda, dan pelaksana pembangunan lainnya melakukan identifikasi masalah untuk menyusun program penelitian guna mendukung dan memberi masukan bagi program pembangunan nasional, baik sektor maupun subsektor.
Hasil Penelitian
Teknologi pertanian yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian atau sumber teknologi lainnya, yang penerapannya memerlukan pengaturan yang menjadi wewenang Ditjen, dikomunikasikan kepada dan dimanfaatkan oleh Ditjen yang bersangkutan untuk diproses langsung melalui sebagai bahan rekomendasi atau diproses melalui pengujian sebagai dasar untuk keperluan penyuluhan pertanian.
Teknologi tersebut,oleh Ditjen yang bersangkutan digolongkan menjadi teknologi: (a) yang dapat langsung digunakan sebagai bahan penyusunan rekomendasi, dan (b) merupakan materi untuk pengujian sebelum direkomendasikan sesuai tanggung jawab unit eselon I yang bersangkutan.
Pemanfaatan teknologi hasil penelitian Badan Litbang Pertanian untuk pengembangan sektor pertanian di wilayah serta perbaikan usahatani oleh pelaksana pembangunan, baik di sektor pertanian, sektor industri maupun sektor lainnya, dilakukan oleh Ditjen/penanggung jawab program yang bersangkutan bekerja sama dengan Komisi Penelitian Pertanian.
Hasil Penelitian yang berasal dari luar Badan Litbang Pertanian maupun luar negeri, harus dikaji kemungkinan-kemungkinan penerapannya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengujian Teknologi Pertanian
Rekomendasi teknologi pertanian dan pengujian untuk pembuatan rekomendasi merupakan tanggung jawab Ditjen lingkup Deptan. Teknologi yang dijadikan bahan rekomendasi/pengujian berasal dari Badan Litbang Pertanian serta sumber teknologi lainnya.
Dalam rangka memberikan umpan balik kepada penelitian dari evaluasi dan hasil pengujian serta penerapannya, maka diadakan pertemuan konsultasi antara Badan Litbang Pertanian dengan instansi terkait.
Pengujian teknologi pertanian di daerah dilaksanakan oleh UPT/unit kerja dalam lingkup Ditjen dan/atau Dinas di bawah supervisi Ditjen yang bersangkutan. Untuk hal teknologi pertanian yang sifatnya lintas subsektoral, pengujiannya dilakukan oleh Kanwil Deptan. Dalam pengujian tersebut, Kepala UPT/Dinas mengikutsertakan peneliti, penyuluh pertanian, dan instansi terkait dalam batas kemampuan dana dan daya yang ada. Hasil pengujian didiskusikan dan dibahas dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Dinas Daerah tingkat l/UPT lingkup pertanian yang dikoordinasikan oleh Kepala Kanwil Deptan untuk dinilai kemungkinan penerapannya. Hasilnya dilaporkan kepada Ditjen yang bersangkutan untuk ditelaah dan dikaji sebagai bahan penyusunan rekomendasi dan pengaturan lainnya.
Dalam pertemuan tersebut informasi teknologi pertanian yang dihasilkan dari pengujian, sepanjang yang bersifat lokal spesifik dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang telah ditetapkan Ditjen, dapat dijadikan bahan penyuluhan di daerah yang bersangkutan sambil menunggu rekomendasi.
Penyebarluasan Teknologi Pertanian
Teknologi yang telah direkomendasikan disebarluaskan melalui berbagai kegiatan dan metode penyuluhan pertanian untuk dimanfaatkan oleh petani dan nelayan. Teknologi yang telah ditetapkan sebagai rekomendasi dan bentuk kebijaksanaan lainnya, disalurkan oleh masing-masing Ditjen lingkup Deptan kepada KPPN (Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional), Kanwil Deptan, Dinas Dati I, dan UPT yang bersangkutan untuk dijadikan bahan pelaksanaan fungsi masing-masing dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Berdasarkan kesepakatan dalam Forum Komunikasi Penyuluhan Pertanian (FKPP) I, Dinas Tingkat I lingkup pertanian menetapkan dan menyampaikan materi penyuluhan pertanian kepada: (a) BIP sebagai bahan penyusunan program dan rnedia informasi pertanian, (b) Dinas tingkat II lingkup pertanian sebagai bahan penyusunan programa dan materi penyuluhan pertanian dalam FKPP II.
Berdasarkan kesepakatan dalam FKPP II, Dinas Tingkat II lingkup pertanian memilih dan menetapkan jenis dan/atau paket teknologi sebagai materi penyuluhan yang sesuai dengan keperluan/kepentingan usahatani di daerah yang bersangkutan; dan menyampaikan materi penyuluhan kepada BPP di wilayahnya untuk dijadikan bahan penyusunan program penyuluhan tingkat WKBPP.
Informasi pertanian untuk keperluan penyuluhan disusun oleh BIP berdasarkan materi penyuluhan dari Dinas Tingkat I lingkup pertanian. Informasi tersebut kemudian disampaikan oleh BIP kepada BPP dan Dinas Tingkat II dalam bentuk media informasi pertanian yang sesuai. Untuk meperlancar arus teknologi dari penelitian ke penyuluhan, hubungan timbal balik antara para peneliti dan penyuluh perlu lebih ditingkatkan.
SISTEM PENYAMPAIAN HASIL PENELITIAN DAN UMPAN BALIKNYA
Perencanaan Penelitian
Hasil wawancara dengan peneliti Badan Litbang Pertanian yang tergabung dalam proyek P3NT menunjukkan, secara umum program penelitian disusun berdasarkan arahan atasan, isu nasional dan permasalahan yang berkembang di masyarakat, tidak menunggu masukan dan umpan balik dari Pemda. Oleh karena itu timbul kesan bahwa program penelitian belum sepenuhnya terkait dengan permasalahan lapang, sehingga teknologi yang dihasilkan dianggap tidak relevan dengan permasalahan daerah.
Penyampaian Informasi
Informasi hasil penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan bahan penyuluhan adalah rekomendasi dari Ditjen yang bersangkutan dan publikasi Badan Litbang Pertanian. Informasi hasil penelitian yang telah direkomendasikan disampaikan kepada petani melalui jalur kedinasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Informasi hasil penelitian dalam bentuk publikasi disampaikan ke Kanwil Deptan, Dinas Pertanian, UPT dan penyuluh. Publikasi yang dikirim umumnya dirasa terlalu ilmiah sehingga sulit untuk dicerna, kurang aplikatif, dan kurang relevan dengan kebutuhan daerah.
Penyampaian informasi melalui pertemuan-pertemuan seperti temu aplikasi, temu tugas dan jumpa teknologi dilakukan secara insidental sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan dana. Pertemuan-pertemuan tersebut dinilai efektif karena yang dibahas biasanya hal-hal spesifik dan didasarkan atas permasalahan setempat, serta dapat menjawab permasalahan secara lebih tuntas. Selain itu, media ini efektif bagi peneliti sebagai sarana untuk menghimpun umpan balik/permasalahan lapangan karena adanya komunikasi langsung antarpihak yang berkepentingan.
Penelitian di lahan petani (on-farm research = OFR) yang dilakukan lembaga penelitian dengan melibatkan petani dan penyuluh, oleh penentu kebijakan dinyatakan efektif. Kelebihan OFR ini antara lain: (a) dampak teknologi yang diterapkan dapat dirasakan langsung dan mudah diadopsi petani, (b) umpan balik dapat disampaikan langsung oleh petani/penyuluh kepada peneiiti, dan (c) penyuluh mendapatkan tambahan pengetahuan/keterampilan. Oleh karena itu, OFR patut dijadikan salah satu program dalam pengembangan sistem informasi.
Keberhasilair kegiatan OFR yang dilakukan proyek P3NT di Lombok Timur mendorong pembuat kebijakan daerah untuk mengusulkan kepada Badan Litbang Pertanian agar meningkatkan status proyek tersebut menjadi lembaga penelitian (Subbalai Penelitian).
Kerja Sama Penelitian dan Penyuluhan
Belum adanya kerja sama yang erat antara peneliti dan penyuluh menyebabkan program kerja kedua pihak sering tidak terkait. Keterlibatan peneliti dalam menyusun materi penyuluiran sangat diharapkan oleh pihak penyuluh, terutama untuk terjaminnya ketepatan informasi. Di samping itu, keterlibatan peneliti diperlukan dalam proses perakitan teknologi.
Pertemuan penyuluh dengan peneliti relatif sering dilakukan, terutama dalam kegiatan OFR yang diprakarsai oleh P3NT. Dalam upaya pengembangan teknologi, P3NT membina penyuluh sebagai satgas (satuan tugas) kader pengembangan OFR.
Pemda yang merupakan komponen dalam sistem informasi, besar peranannya dalam menunjang kelancaran proses alih teknoiogi. Tanpa kerja sama yang erat antara peneliti dengan Pemda, penyampaian informasi hasil penelitian dikhawatirkan tidak berlangsung efektif. Oleh karena itu, forurn komunikasi/konsultasi antara peneliti, penyuluh, pembuat kebijakan, dan pihak terkait lainnya perlu dilembagakan di bawah koordinasi Kanwil Deptan.
Hal ini juga rnenyulitkan penyuluh sebagai aparat Pemda dalam menjalankan tugas penyuluhannya. Sebagai contoh, Pemda NTB memprogramkan pengembangan kapas sebagai komoditas andalan di wilayahnya, sedangkan Balittas Malang berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa NTB kurang layak dijadikan daerah pengembangan kapas. Dalam hal ini, penyuluh dihadapkan pada dua hal yang kontradiktif.
Dalam pelaksanaan pengujian teknologi yang dilakukan oleh Dinas/UPT, peneliti belum dilibatkan karena belum adanya mekanisme/sistem yang mengaitkan pihak peneliti (Badan Litbang Pertanian) dalam kegiatan pengujian dimaksud. Tanpa keterlibatan peneliti, pengujian yang dilakukan oleh Dinas/UPT mungkin tidak dapat terlaksana dengan baik.
Kurangnya komunikasi antara peneliti dan penyuluh seringkali menimbulkan perbedaan persepsi. Sebagai contoh, penyuluh menganggap bahwa tugas perakitan teknologi adalah tanggung jawab penelitian. Sebaliknya, peneliti menganggap hal itu merupakan tugas penyuluh. Hal serupa tercermin pada kasus penerbitan publikasi. Sebagian besar PPS termasuk BIP mengharapkan informasi hasil penelitian Badan Litbang Pertanian disajikan dalam bentuk petunjuk teknis atau publikasi populer. Di pihak lain, Badan Litbang Pertanian menganggap bahwa penerjemahan hasil penelitian ke dalam bentuk populer adaiah tugas dan wewenang BIP dan penyuluh.
Faktor Pendukung
Ketersediaan inforrnasi yang tepat guna di tingkat provinsi maupun kabupaten relatif terbatas karena tidak adanya lernbaga penelitian di NTB. Hal ini menyulitkan penyuluh dalam menyusun materi penyuluhan. Alat bantu penyuluhan yang dimiliki antara lain berupa flip chart, slide dan overhead projector dalam jumlah yang terbaras. BIP telah rnemiliki bank data komputer yang diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, juga perangkat pembuatan film, tetapi kondisinya sudah tidak memadai.
Dengan adanya kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama: Mentan No. 539/kpts/Lp/120/1991 dan Mendagri No. 65 tahun 1991, tentang dikembalikannya penyuluh ke Pemda (masing-rnasing subsektor) menyebabkan kurang lancarnya kegiatan penyuluhan. Oleh karena itu, Pemda Lombok Tirnur mengambil kebijaksanaan dengan mengeluarkan SK Bupati No. 188.45/305/BMS/1992 tentang Penetapan dan Penugasan Penyuluh Pertanian sebagai koordinator BPP dan koordinator PPL di masing-masing subsektor di Lombok Timur.
Lahirnya SK Bupati tersebut berdasarkan atas pertimbangan bahwa :
1. Pelaksanaan penyuluhan pertanian harus dilakukan dengan kerja sama yang erat antara semua petugas penyuluh pertanian. Oleh karena itu diperlukan mekanisme penyuluhan yang mantap dengan pembagian tanggung jawab yang jelas di semua tingkatan.
2. Untuk memperlancar penyelenggaraan penyuluhan pertanian, setiap kegiatan penyuluhan harus diikuti dengan pembinaan, pengawasan dan pengamatan yang mantap.
3. Untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan, dipandang perlu menetapkan dan menugaskan penyuluh pertanian sebagai koordinator BPP dan koordinator PPL di rnasing-masing subsektor pertanian.
Berbeda dengan Lombok Timur, kegiatan penyuluhan di Lombok Barat berjalan kurang lancar akibat status, kedudukan, dan peranan penyuluh yang belum dimodifikasi. Dengan dikembalikannya para penyuluh pertanian ke masing-masing subsektor, penyuluhan kepada petani hanya terbatas untuk masalah subsektor tertentu, tidak untuk unit usahatani terpadu.
Peranan Pemerintah Daerah
Dukungan Pemda dalam kegiatan penyuluhan antara lain berupa penyediaan dana untuk penyelenggaraan pertemuan-pertemuan (temu tugas, temu lapang dan workshop) dengan menghadirkan para pakar dari berbagai disiplin. Para pakar biasanya adalah dosen Universitas Mataram. Untuk menghadirkan peneliti Badan Litbang Pertanian, penyelenggara mengalami kesulitan karena terbatasnya dana.
Selain itu, dikembalikannya fungsi penyuluhan seperti semula (polivalen) di Lombok Timur yang dituangkan dalam SK Bupati tersebut di atas, merupakan perwujudan keinginan Pernda setempat dalam menata kembali keberadaan fungsi dan tugas penyuluhan pertanian.
Bekerja sama dengan Balai Penelitian Perkebunan, Pemda NTB berhasil mengembangkan jojoba (tanaman yang digunakan dalam proses produksi minyak ikan). Rancangan uji coba hasil penelitian dibuat oleh Balai Penelitian Perkebunan, sedangkan pelaksana harian di lapang adalah Dinas Perkebunan setempat.
Bappeda, melalui Bidang Penelitian dan Perekonomian, menyediakan dana yang bersumber dari APBD dan sebagian APBN bagi PPS untuk melakukan pengujian teknologi dan kegiatan penyuluhan. Sayangnya, dana tersebut kurang memadai (Rp 80.000/penyuluh/musim) dan penyuluh seringkali mengalami kesulitan dalam menyusun proposal. Dukungan tersebut merupakan bukti besarnya perhatian Pemda terhadap penyebarluasan informasi hasil penelitian. Apabila dukungan Pemda dimanfaatkan secara rnaksimal, penyampaian hasil penelitian diharapkan berjalan lebih lancar.
Penerapan Teknologi
Teknologi pertanian yang direkomendasikan secara nasional perlu diuji kesesuaiannya dengan ekosistem setempat. Hal ini didasarkan pada kasus berikut: para penyuluh mempertanyakan kelayakan penggunaan takaran KCl untuk tanaman padi sesuai dengan rekomendasi nasional bagi semua kondisi ekosistem yang dinilai tidak sesuai. Tampaknya, keharusan menerapkan rekomendasi nasional tersebut menyebabkan para penyuluh berada dalam posisi serba salah. Di satu pihak, mereka berkewajiban menyuluhkan penggunaan KCl sesuai rekomendasi. Di lain pihak, penyuluh dan petani meragukan pupuk KCl yang direkomendasikan terhadap peningkatan produksi padi.
Dalam proses pengujian teknologi untuk bahan rekomendasi, PPS hanya berfungsi sebagai pelaksana/pengumpul data di lapang, sedangkan penyusunan proposal (termasuk penentuan metode penelitian) dan analisis data ditangani oleh Ditjen. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk menghindari terjadinya keresahan masyarakat kalau hasil pengujian berbeda dengan rekomendasi.
Dari hasil wawancara dengan penyuluh terungkap bahwa petani pada umumnya tanggap terhadap informasi teknologi yang diberikan. Tetapi, karena informasi tersebut belum dikaji secara tuntas, terutama aspek sosial-ekonominya, maka petani ragu-ragu menerapkannya.
Mekanisme Umpan Balik
Di NTB, terdapat dua mekanisme penyampaian umpan balik hasil penelitian yakni (i) langsung disampaikan oleh khalayak pengguna teknologi kepada peneliti dalam OFR dan pertemuan-pertemuan (ilmiah, teknis, atau kedinasan), (ii) disampaikan secara tidak langsung, yaitu dari petani melalui penyuluh pertanian. Apabila penyuluh belum menguasai masalah yang diajukan, umpan balik tersebut diteruskan secara berjenjang melalui saluran birokrasi (Dinas Tingkat II-Dinas Tingkat I (Kanwil)-Ditjen). Dalam hal ini, Dinas Tingkat I menyampaikannya secara tertulis ke Ditjen dengan tembusan ke Badan Litbang Pertanian.
Mekanisme umpan balik secara langsung tidak menimbulkan bias, lebih efektif, dan dapat menyelesaikan masalah secara cepat dan tuntas daripada cara tidak langsung.
Berdasarkan keragaan sistem penyampaian hasil penelitian di NTB dapat dikemukakan bahwa mekanisme umpan baliknya belum mendapat perhatian penuh, baik dari kalangan penelitian maupun penyuluhan. Hal ini terlihat dari kenyataan berikut ini:
1. Kegiatan perencanaan penelitian belum didasarkan atas masukan dari Pemda dan khalayak pengguna teknologi sehingga hasil penelitian dianggap kurang relevan dengan permasalahan daerah.
2. Persepsi peneliti, penyuluh, dan Pemda masih berbeda dalam hal penilaian hasil penelitian seperti terlihat dalam kasus kelayakan dan budi daya kapas di NTB dan rekomendasi Pemupukan KCl.
3. Kerja sama penelitian dan penyuluhan, terutama masalah yang dihadapi penyuluh pertanian dalam melakukan pengujian, perakitan teknologi. dan pembuatan materi penyuluhan belurn terjalin erat.
Badan Litbang Pertanian belum mempunyai sistem yang dapat memantau dan mengiventarisasi umpan balik yang diterima, sejauh mana pemanfaatannya dan bagaimana tanggapan pengguna. Umpan balik lewat surat ke lembaga penelitian sering tidak ditanggapi. Kenyataan tersebut memberi kesan seolah-olah Badan Litbang Pertanian tidak mempedulikan apakah teknologi yang dihasilkannya diadopsi oleh petani atau tidak. Masalah tersebut di atas muncul antara lain karena mekanisme umpan balik teknologi pertanian belurn dibakukan dan kurang eratnya jalinan kerja sama antara pihak penelitian dengan pihak penyuluhan.
POTENSI, KENDALA, DAN PELUANG
Efektivitas sistem penyampaian hasil penelitian ditentukan oleh beberapa faktor, yakni (a) kebijaksanaan, (b) sumber daya, (c) teknis, dan (d) organisasi/kelembagaan (Merrill-Sands et al. 1990). Pembahasan mengenai potensi, kendala, dan peluang dalam penyampaian hasil penelitian di NTB didasarkan atas keempat faktor tersebut.
Potensi
NTB memiliki potensi yang besar untuk berhasilnya kegiatan penyampaian hasil penelitian pertanian. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan berikut:
1. Sumber daya manusia, terutama penyuluh pertanian cukup tersedia dan tersebar secara proporsional di setiap instansi terkait. Penyuluh yang ada di NTB berjumlah 66 orang, 6 di antaranya berkualifiksi master (S2). Potensi tersebut dapat diaktualisasikan secara optimal melalui sistem koordinasi berdasarkan macam tugas dan tanggung jawabnya.
2. Kanwil Deptan, Pemda tingkat I dan tingkat II serta BIP berpotensi dalam mendorong kegiatan penyampaian hasil penelitian, mulai dari tahap perencanaan hingga adopsi. Potensi tersebut ditunjukkan oleh tugas, fungsi dan wewenang, serta kebijakan pemda yang mengaitkan kegiatan tersebut dengan program daerah.
3. Hasil penelitian yang sesuai dengan kondisi agroekosistem daerah sebenarnya telah tersedia. Sekalipun lembaga penelitian tidak berlokasi di daerah tersebut, tetapi hasil penelitiannya dapat dijadikan bahan penluluhan yang bersifat sementara sambil menunggu hasil rekomendasi untut diterapkan di daerah bersangkutan.
4. Universitas Mataram dan beberapa proyek Badan Litbang pertanian yang berlokasi di NTB potensial sebagai sumber informasi hasil penelitian. Beberapa peneliti senior di kedua instansi sering dilibatkan sebagai narasumber dalam penyusunan program pembangunan daerah untuk sektor pertanian.
Kendala
Meskipun memiliki potensi besar, namun kegiatan penyampaian hasil penelitian NTB seringkali dihadapkan kepada beberapa kendala yang garis besarnya dikemukakan berikut ini.
Peranan Komponen Sistem
1. UPT yang berfungsi menguji, merakit, dan mengernbangkan teknologi yang diterirna Ditjen dari Badan Litbang Pertanian pada kenyataannya tidak ada. Kalaupun ada, tidak berjalan efektif karena: 1) peneliti tidak terlibat untuk memberi masukan, baik yang berkaitan dengan pengujian maupun perakitan teknologi; 2) penyuluh mengalami kesulitan ddalam menangani pengujian karena adanya tugas ganda, yaitu sebagai aparat fungsional penyuluhan dan administrasi; 3) terbatasnya fasilitas yang dimiliki dan pengetahuan/pengalaman daiam penelitian. Tampaknya ada rasa kekhawatiran dari kalangan PPS bahwa hasil pengujian yang dilakukannya akan berbeda hasilnya dengan yang dilakukan peneliti karena perbedaan pendekatan yang digunakan. Menyadari kelemahan tersebut, pembuat kebijakan mengusulkan agar kegiatan pengujian dilakukan oleh peneliti dengan mengikutsertakan penyuluh dan pembuat ketrijakan daerah.
2. Untuk materi penyuluhan, BIP menerima bahan informasi dari Dinas-dinas Tingkat I yang diolah dari rekomendasi yang disampaikan Ditjen kepada Kanwil dan Dinas-Dinas Tingkat I. Karena informasinya kadang-kadang kurang lengkap dan berbeda dengan hasil rekomendasi Ditjen maka BIP seringkali mengalami kesuiitan dalam menyusun programa penyuluhan pertanian.
3. Forum komunikasi antara peneliti, penyuluh dan pembuat kebijakan tidak dibakukan karena tidak adanya lembaga penelitian di NTB. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi dalam penyampaian hasil penelitian sulit disampaikan dan diselesaikan bersama dengan peneliti.
Interaksi Komponen Sistem
1. Banyaknya instansi yang terkait dengan kegiatan penyampaian hasil penelitian dan adanya sistem birokrasi yang tidak efisien, memperlambat diterimanya informasi oleh pengguna.
2. Mekanisme umpan balik dari setiap pengguna teknologi ke peneliti tidak jelas karena belum dibakukan. Sistem yang berjalan selama ini hanya sebatas penyebaran hasil penelitian saja.
3. Hubungan antara peneliti dan penyuluh tarasa lemah, wadah kerja sama dan forum komunikasi tidak jelas, dan program kerja kedua pihak belum terkait.
4. Kebijaksanaan penerapan rekomendasi yang berlaku umum-dirasakan tidak tepat, tetapi harus dilaksanakan karena dikaitkan dengan kedinasan (loyalitas, kondite dan sebagainya).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya kurang efisien dan belum efektif, sehingga perlu disempurnakan.
Peluang
Beberapa peluang yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan antara lain:
1. Penyelenggaraan pertemuan-pertemuan teknis dan kedinasan secara berkala serta kegiatan OFR yang melibatkan penyuluh, pembuat kebijakan dan peneliti, merupakan peluang dalam penyampaian hasil penelitian secara efektif, di samping media cetak dan elektronika.
2. Dukungan Pemda berupa kebijakan yang tertuang dalam Surat-surat Keputusan, bantuan dana untuk pertemuan teknis dan kedinasan yang terkait, serta pengujian teknologi, memberi peluang yang besar bagi keberhasilan kegiatan penyampaian hasil penelitian.
ALTERNATIF PERBAIKAN SISTEM
Konsep Dasar
Kegiatan lembaga penelitian dan penyuluhan pada umumnya ditujukan untuk: (a) menghasilkan teknologi pertanian yang mantap dan relevan dengan kebutuhan pembangunan pertanian, dan (b) menyebarluaskan teknologi tersebut ke petani dengan cara yang efisien sehingga memberikan dampak positif terhadap produksi pertanian dan kesejahteraan petani (Liamas 1990).
Persyaratan utama yang harus dipenuhi agar teknologi hasil penelitian dapat dikernbangkan dan diterima untuk diadopsi petani adalah adanya keterkaitan yang erat antara peneliti, penyuluh dan petani. Keterkaitan langsung antara peneliti dan petani dapat menjamin relevansi kegiatan penelitian dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi petani. Selain itu, hal ini dapat mempercepat proses penyampaian umpan balik dari petani ke peneliti untuk dipedomani dalam penelitian lebih lanjut. Keterkaitan langsung antara peneliti dan penyuluh menjamin efektivitas penyebarluasan teknologi (Merril-Sands et al. 1990). Keterkaitan-keterkaitan tersebut saling menunjang dan melengkapi dan tidak dapat saling menggantikan.
Khusus mengenai keterkaitan antara peneliti dan penyuluh, Bourgeosis (1989) mengemukakan bahwa keterkaitan kedua pihak akan terjalin dengan baik apabila ada suatu sistem kerja sama saling tergantung dalam suatu unit yang terorganisasikan dengan baik. Sifat keterkaitan seperti itu memberi kemudahan, antara lain dalam menentukan kesamaan sasaran program, menjalin komunikasi, membagi tugas secara efisien, mengadakan pelatihan penyuluhan, dan mempersingkat tenggang waktu antara saat berakhirnya penelitian dan saat digunakannya hasil penelitiantersebut.
Agar kedua pihak dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dan efektif, diperlukan sistem yang dapat membuat kedua pihak untuk bekerja sama. Berkaitan dengan itu, kegiatan penelitian dan penyuluhan hendaknya difokuskan pada masalah yang spesifik dan cakupan unit kerja organisasinya tidak terlalu luas agar dapat terkelola dengan baik.
Usulan Penyempurnan Sistem
Usul penyempurnaan sistem penyampaian hasil penelitian Badan Litbang Pertanian kepada penggunanya antara lain:
1. Mengembangkan peranan BIP. Di samping melaksanakan pengolahan, pembuatan dan penyebaran bahan informasi untuk penyuluhan pertanian (sesuai SK Mentan No.26/Kpts/OT.210/I/92), BIP juga melaksanakan pengujian, perakitan, dan pengembangan teknologi pertanian spesifik lokasi. Untuk itu, sumber daya manusia dan fasilitas BIP perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya.
2. Melembagakan forum komunikasi di antara peneliti, penyuluh pertanian, dan pembuat kebijakan di tingkat pusat dan daerah untuk menginformasikan hasil penelitian dan umpan baliknya serta penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan itu. Forum komunikasi di daerah hendaknya melibatkan para peneliti Badan Litbang Pertanian dan perguruan tinggi, penyuluh pertanian, Kanwil, Dinas Tk.I dan II, BIP, serta Pemerintah Daerah.
Pada prinsipnya, alternatif sistem tersebut memberikan peluang yang lebih besar bagi peneliti dan pengguna hasil penelitian untuk berkomunikasi secara langsung dan terbuka sehingga penyampaian informasi dan umpan baliknya dapat lebih cepat, serta persepsi peneliti dan pengguna dalam menerjemahkan teknologi paling tidak dapat diselaraskan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian di NTB, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- Sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya kurang efektif sehingga perlu disempurnakan dengan mengembangkan fungsi BIP dalam pengujian, perakitan, dan pengembangan teknologi spesifik lokasi; serta melembagakan forum komunikasi antara penyuluh, peneliti, dan instansi yang terkait.
- Hasil penelitian yang dikernas dalam bentuk petunjuk teknis atau publikasi populer akan mempermudah penyampaiannya kepada khalayak pengguna. Untuk mempercepat adopsi, hasil penelitian tersebut harus digelar melalui OFR supaya dapat langsung dilihat keunggulannya oleh pengguna.
- Keterkaitan peneliti, penyuluh, dan Pemda dapat tercipta melalui forum komunikasi. Keterkaitan itu di antaranya diperlukan untuk menyatukan persepsi, menyelaraskan program penelitian dan penyuluhan, merencanakan pengujian, perakitan dan pengembangan teknologi spesifik lokasi, dan menyalurkan umpan balik hasil penelitian.
- Dukungan Pemda berupa penyediaan dana, fasilitas, dan kebijakan lainnya perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk memperlancar penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya.
- Fungsi perakitan teknologi nasional seyogyanya diemban oleh salah satu UPT di bawah Badan Litbang Pertanian, dalam hal ini Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian.
- Pengembangan fungsi BIP dalam melaksanakan pengujian, perakitan, dan pengembangan teknologi yang spesifik lokasi, menjadikannya lebih layak untuk bergabung dalam jajaran Badan Litbang Pertanian. Hal ini didasarkan atas pertimbangan: (a) perlunya wadah kerja sama profesional antara peneliti dan penyuluh pertanian, sesuai dengan konsep dasar keterkaitan penelitian dan penyuluhan; dan (b) tambahan fungsi BIP tersebut merupakan wujud nyata kerja sama antara penelitian dan penyuluhan dalam penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1990. Repelita V Pertanian. Deptan RI, Jakarta.
Bourgeois, R. 1989. Promoting integration through structural changes: making the link between agricultural research and technology users. International Workshop Held at ISNAR. The Haque, 20-25 November 1989.
Klamas, G.M. 1990. A research manager's concluding remarks, p. 93-96. In: D. Meriil-Sands et al. (eds). The Technology Triangle: Lingking Farmers, Technology Transfer Agents, and Agricultural researchers. ISNAR, The Haque.
Manurung, V.T. 1992. Keterkaitan penelitian, penyuluhan dan pengguna serta cara pengukuran keberhasilannya. Temu Teknis Komunikasi. Sukamandi, 8-12 Maret 1992.
Merril-Sands, D., D. Kaimowitz, K. Sayce, and S. Chater. 1990. The technology triangle: lingking farmers, technology transfer agents, and agricultural researchers. ISNAR, The Haque.
Syam, M. 1992. Langkah strategis penanganan komunikasi dan adopsi hasil penelitian tanaman pangan. Rapat Kerja Puslitbangtan. Banjarbaru, 2l-25 Oktober 1992.
TJitropranoto, P. 1989. Pemantapan sistem komunikasi penelitian: meningkatkan keterkaitan penelitian dan penyuluhan. Prosiding Temu Tugas Penelitian-Penyuluhan Pertanian. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Biologi, Bogor.
Matrik sistem penyampaian hasil penelitian dan umpan baliknya di NTB: temuan dan alternatif perbaikannya.
Topik | Temuan | Alternatif pemecahan |
Perencanaan penelitian | Disusun oleh peneliti berdasarkan arahan atasan (mandat dan isu nasional), dan permasalahan lapang. Program penelitian belum sepenuhnya terkait dengan masalah/kebutuhan daerah. | Juga didasarkan atas umpan balik dan masukan dari penyuluh, Pemda, dan instansi terkait di daerah. Melalui forum komunikasi yang melibatkan peneliti di daerah, penyuluh dan Pemda, program penelitian dapat lebih terkait dengan progrim daerah. |
Sumber informasi | Penyuluhan mengacu kepada rekomendasi Ditjen dan publikasi Badan Litbang Pertanian. BIP belum mampu menyediakan informasi paling efektif di daerah, karena terbatasnya hasil penelitian Badan Litbang yang "tepat lokasi". | Penyuluhan juga mengacu kepada rekomendasi spesifik lokasi atau hasil pengujian di daerah. Badan Litbang lebih memperluas pengembangan informasi hasil penelitian ke daerah. |
Penyampai-an informasi | Publikasi Badan Litbang Pertanian sebagai bahan untuk materi penyuluh bagi BIP dirasa terlalu ilmiah, sulit dicerna, dan kurang aplikatif. BIP hanya menerima bahan untuk materi penyuluhan dari Dinas Tk.I yang dibuat berdasarkan rekomendasi Ditjen. Penyampaian melalui pertemuan-pertemuan dan (on farm research) dianggap efektif, tapi sifatnya insidental. | Badan Litbang menempatkan peneliti di daerah untuk bekerja sama dengan BIP menerjemahkan publikasi ilmiah menjadi publikasi populer/bahan penyuluhan. BIP diberi keleluasaan menyusun materi penyuluhan berdasarkan hasil pengujian spesifik lokasi dan merakit teknologi yang cocok dengan kondisi daerah. Pertemuan peneliti, penyuluh, Pemda, petani, dan OFR diprogramkan secara berkala melalui BIP. |
Penerapan teknologi | Ada keharusan menerapkan teknologi rekomendasi nasional (misalnya paket Supra Insus) tanpa melalui pengujian. Pengujian dan perakitan teknologi belum efektif karena: a) tidak ada mekanisme yang melibatkan peneliti, b) keterbatasan kemampuan penyuluh (pengetahuan/pengalaman, waktu,dana). | Diberikan keleluasaan bagi daerah (dalam hal ini BIP) unruk menguji dan memodifikasi paket teknologi rekomendasi nasional serta merumuskannla menjadi paket teknologi spesifik lokasi. Diciptakan mekanisme yang mengatur keterlibatan peneliti dalam pengujian, sehingga keterbatasan teratasi. Hal tersebut akan mudah dilakukan apabila UPT yang bertungsi (BIP) berada dalam jajaran Badan Litbang Pertanian. |
Faktor pendukung | Fasilitas yang dimiliki untuk membuat materi dan bahan penyuluhan terbatas dan kondisinya kurang memadai. Dengan dikembalikannya penyuluh dan BPP ke Dinas subsektor Tk.II, kegiatan penyuluhan kurang terkoordinasi dan mengalami kemunduran. | Badan Litbang mengusulkan kepada yang berwenang melalui Menteri Pertanian agar kebutuhan minimal unruk kegiatan pengujian perakitan teknologi dan penyuluhan terpenuhi. Dilembagakan sistem yang mengkoordinasikan kegiatan penyuluhan antar-subsektor. |
Kerja sama penelitian penyuluhan | Peneliti tidak terlibat dalam pengujian, perakitan teknologi, maupun penyusunan materi dan programa penyuluhan. Kerja sama, pertemuan, dan OFR tergantung ada/tidaknya proyek Badan Litbang di daerah. | Menggabungkan UPT yang berfungsi menguji dan merakit teknologi serta rnenyusun materi penyuluhan ke dalam jajaran Badan Litbang Pertanian. UPT Badan Litbang dan forum komunikasi peneliti-penyuluh di daerah perlu dilembagakan. |
Persepsi | Pihak penyuluhan menganggap bahwa perakitan teknologi merupakan fungsi penelitian, sebaliknya, pihak peneliitan menganggap hal itu merupakan fungsi penyuluhan. | Perbedaan persepsi dapat diatasi dengan (i) mempertegas fungsi UPT yang menangani perakitan teknologi (ii) dilembagakan forum komunikasi agar hubungan kemitraan peneliti dengan penyuluh lebih harmonis. |
Umpan balik | Belum ada sistem yang menangani umpan balik secara rinci, baik di pihak penelitian maupun penyuluhan. Umpan balik disampaikan dalam pertemuan dan OFR yang sifatnya insidenal dan tidak berlanjut, atau berjenjang melalui jalur kedinasan. | Selain melalui pertemuan dan OFR, sebaiknya (i) BIP menampung, mengolah, dan menyampaikan umpan balik kepada pengguna (terutama penelitian); (ii) Bidang Pengembangan Penelitian dan Seksi Informasi Perpustakaan di jajaran Badan Litbang menerima, mengolah, dan memanfaatkan umpan balik; (iii) ada komunikasi sinambung antar kedua pihak. |
Sistem Penyampaian Hasil Penelitian dan Urnpan Baliknya
di Nusatenggara Barat: Makalah Tanggapan
Soemarsono Poespodihardjo
Kantor Wilayah Departemen Pertanian Daerah Tingkat I Nusatenggara Barat
Dalam SK Mentan Nomor 439/Kpts/OT.210/6/1989 tentang Tata Hubungan Fungsi Penelitian dan Penyuluhan telah diatur mekanisme penyampaian hasil penelitian. Akan tetapi, karena di NTB belum ada UPT Badan Litbang Pertanian, maka terjadi beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Dalam memutuskan pengembangan komoditas kapas, misalnya, terdapat perbedaan persepsi antara Pemda setempat dengan Badan Litbang Pertanian. Oleh karena itu ada beberapa saran pemecahannya, antara lain:
1. Perlu adanya institusi permanen yang menangani kegiatan Badan Litbang Pertanian di NTB.
2. Perlu adanya forum komunikasi melembaga yang mewadahi kegiatan-kegiatan komunikasi dan konsultasi hasil-hasil penelitian.
Forum kornunikasi penelitian-penyuluhan tersebut dapat melibatkan Kanwil Deptan (sebagai koordinator), UPT Badan Litbang Pertanian (Proyek P3NT), PPS, UPT Badan Diklat (BIP dan SPP), Dinas-dinas lingkup pertanian Tk.I, UPT lingkup pertanian terkait lainnya, perguruan tinggi, dan Pemerintah Daerah (Bappeda). Tugas dan fungsi forum komunikasi antara lain:
1. Perlu adanya institusi permanen yang menangani kegiatan Badan Litbang Pertanian di NTB.
2. Menginventarisasi kebutuhan teknologi yang diperlukan di NTB.
3. Menyusun rencana kegiatan penelitian, seSuai dengan prioritas.
4. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pengujian dan perakitan teknologi, termasuk yang bersifat spesifik lokasi.
5. Melaksanakan seminar hasil-hasil penelitian Badan Litbang Pertanian atau institusi lainnya secara periodik.
6. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan penelitian, pengujian, dan perakitan teknologi.
7. Menyampaikan umpan balik hasil penelitian, pengujian dan perakitan teknologi kepada Badan Litbang Pertanian.
Dalam SK Mentan Nomor 26/Kpts/OT.210/92 tahun 1992 dijelaskan organisasi dan tata kerja BIP. Dalam hal ini, BIP mempunyai tugas mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan bahan informasi untuk penyuluhan pertanian. Sesuai dengan tugas-tugas tersebut, sangat dimungkinkan adanya tugas tambahan dalam hal pengujian dan perakitan teknologi. Tetapi, tenaga dan sarana yang ada di BIP sangat terbatas. Oleh karena itu perlu peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga penyuluhan di BIP, misalnya melalui pendidikan dan latihan seperti halnya di Badan Litbang Pertanian. Selain itu, BIP memerlukan penambahan fasilitas/sarana dan dana yang memadai untuk memproduksi bahan penyuluhan dengan jumlah dan ragam yang memadai.
Publikasi hasil penelitian dari berbagai Balai Penelitian dirasakan lebih banyak mengarah kepada tata cara pelaksanaan kegiatan penelitian itu sendiri (misal: metode, cara kerja, perlakuan, pengambilan sampel, dan lain-lain), sedangkan referensi, pembahasan dan kesimpulannya kurang memadai. Hal ini menyulitkan para PPS dalam mengembangkannya menjadi bahan informasi yang siap dikonsumsi PPL atau petani. Alternatif pemecahannya antara lain dengan meningkatkan kemampuan PPS untuk menerjemahkan dan menyampaikan hasil-hasil penelitian kepada sasaran, misalnya melalui pelatihan dan pendidikan. Sementara itu pengiriman publikasi dari Balai Penelitian kepada PPS diharapkan terus berlanjut dan ditingkatkan.
Hasil penelitian Badan Litbang Pertanian beserta unit kerja penelitiannya yang direkomendasikan Ditjen, diteruskan ke Dinas Tk. I dan Kanwil Deptan. Pada kenyataannya, Dinas Tk. I tidak dapat segera mengolah dan rnenyebarluaskan kepada sasaran. Oleh karena itu, rekomendasi hasil penelitian hendaknya disampaikan juga ke UPT lain yang terkait di daerah.
Dengan dikeluarkannya SKB Mentan dan Mendagri No. 65 tahun 1991 dan No.539/Kpts/LP.120/7/1991 tentang penyelenggaraan penyuluhan pertanian di mana kedudukan penyuluh pertanian (PPL) dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) berada di bawah Pemda Tk. II (masing-masing subsektor), maka kegiatan penyuluhan mengalami sedikit kemunduran karena Pemda Tk. II belum siap sepenuhnya atas perubahan struktur organisasi tersebut. Hal ini diharapkan bersifat sementara (karena rnasa transisi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar